Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kabut Asap yang Lain dalam Karhutla

15 September 2019   04:38 Diperbarui: 15 September 2019   09:31 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen Perjuangan Rakyat di Riau (olah dari Detik, 14/9)

Pihak-pihak terkait itu, sudah pasti, birokrat. Oknum-oknum berstandar ganda ini sudah pasti mendapat "kompensasi" dari "ongkos" kolaborasi setelah membentang "karpet merah" sekaligus memberi peluang untuk "si jago merah" (pembakaran). 

Sehubungan dengan pihak-pihak yang terkait dalam pembukaan suatu lahan, pada 2015 di Kalteng berlaku sebuah regulasi yang membolehkan pembakaran dengan luasan tertentu.

Regulasi tersebut berupa aturan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Perubahan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah yang membolehkan pembakaran hutan.

Di dalam Pasal 1 poin (3), diatur soal urusan pemberian izin untuk membuka lahan di bawah 5 hektare dengan cara membakar. Untuk luas lahan sampai dengan 1 ha, izin dari Ketua RT. Untuk lahan seluas 1-2 ha, izinnya dari Lurah atau Kepala Desa. Untuk lahan yang luasnya antara 2-5 ha, izinnya dari Camat.

Tidak perlu heran jika pada 2015 Kalteng menempati posisi kedua (setelah Sumsel) dalam daftar "penyumbang" asap terbanyak di Indonesia dengan luas kebakaran sampai 583.833,44 ha, 'kan?

Perisai Hukum untuk Masyarakat Adat
Tudingan terhadap masyarakat adat dan tradisinya merupakan tindakan yang semena-mena untuk menutupi sisi gelap sebuah kolaborasi alias kongkalikong. Masyarakat adat membuka lahan dengan cara membakarnya tidaklah bertentangan dengan aturan formal, regulasi, legalisasi, atau konstitusi.

Dalam UU 32 Tahun 2009 pasal 62 ayat (2) tertulis, "Yang berisi kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal dua hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman varetas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegahan penjalaran api di wilayah sekelilingnya."

Sekitar Agustus 2019 Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Rubi mengatakan bahwa masyarakat adat secara turun-temurun sudah membuka ladang dengan ketentuan hukum adat setempat. Setiap tahun ketika berladang masyarakat adat selalu melakukan pembekaran ladang. Dan pembakaran juga ada ritualnya.

"Membakar lahan tidak sembarangan. Yang biasa dilakukan oleh masyarakat ketika membekar ladang bergotong royong, dibersihkan sekitar ladang supaya tidak ada merambat ke lain. Yang terakhir menyiapkan sesajikan yang di serahkan kepada Dewa Api," ujarnya.

Kabut Dialektika di Antara Kebakaran dan Pembakaran
Pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat adat berbeda dengan pembakaran yang dilakukan oleh kolaborasi korporasi-oknum birokrasi. Selain berbeda esensi, juga substansi. Hanya saja, pembakaran korporatif seringkali dikamuflase oleh pihak tertentu dengan diksi "kebakaran".

Dialektika sosial Indonesia terlalu santun mengalihkan "pembakaran" sebagai "kebakaran". Diksi "kebakaran" selalu disebarluaskan sehingga "pembakaran" sebagai sebuah proses utamanya menjadi "berkabut asap" alias tertutupi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun