Kata "demi kesejahteraan seluruh rakyat" selalu diketengahkan sebagai "jembatan emas" antara segelintir pengelola negara (birokrat) dan selaksa warga negara (publik).
Sementara negara-negara yang tergolong investor sangat menyukai "karpet merah" yang selalu dibentangkan oleh pemerintah Indonesia.Â
Pihak swasta yang bernaung sebagai negara investor pun berbondong-bondong, karena, bukan mustahil bahwa regulasi di negara mereka sendiri sudah tidak membentangkan "karpet merah" dengan pertimbangan tertentu.
Selembar "karpet merah" terbentang hingga ke hutan-hutan. Sebagian investor, segelintir pengelola negara, dan selaksa warga negara pun berbondong-bondong di atasnya sambil mengibarkan panji "demi kesejahteraan". Di balik panji, ada permainan mata yang sangat aduhai di antara pihak asing dan segelintir pengelola negara.
Pada 1967 pun menandai kemunculan kabut asap yang berasal dari aksi si jago merah dalam kebakaran hutan. Kompas edisi 2 November 1967 mengangkat berita yang berjudul "Palembang Diselimuti Kabut Tebal". Pertanda apakah?
Tradisi Masyarakat Adat sebagai Kambing Hitam "Bertanduk"
Di hutan sekitarnya masyarakat adat pun membuka ladang. Mereka hanya melakukan tradisi warisan leluhur yang salah satu prosesnya adalah "tebang-bakar". Ladang baru pun dibuka untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sendiri. Â
Kepentingan masyarakat adat berbeda dengan  kepentingan korporasi asing. Kepentingan masyarakat adat tertuju pada kebutuhan hidup sehari-hari dengan produksi yang tidak seberapa. Kepentingan korporasi asing tertuju pada kebutuhan yang jauh lebih kompleks, massif, dan massal dengan produksi yang berlebihan untuk jangka waktu lama.
Kepentingan korporasi asing semata-mata bertujuan profit. Kalau hanya "kerja bakti", apalah gunanya  datang dari jauh dengan bekal ongkos yang tidak sedikit, 'kan?
Tradisi masyarakat adat dalam membuka ladang pun dilirik oleh korporasi asing, terlebih adanya gagasan-gagasan yang "dibisikkan" oleh oknum penguasa lokal.Â
Tidak lupa pula oknum-oknum itu memberi alasan klasik (tradisi) sebagai "jaminan" untuk "melindungi" kolaborasi yang harmonis antara birokrasi dan korporasi. Â
Pembukaan lahan dengan cara pembakaran, memang, sangat efektif, dan efisien (mampu menekan ongkos operasional) setelah dikalkulasi dan dikongkalikongi dengan "kompensasi" bagi pihak-pihak terkait. Pokoknya, semua urusan beserta anggaran administrasi bisa segera beres.