Tentang sendiri dan sepi, dua kata yang selalu berkaitan yang hasilnya adalah hampa.
Rasanya ada ketakutan sendiri tentang dua kata tersebut.Â
Bagaimana jika aku masih dalam kesendirian? Apakah aku akan selalu kesepian?
Beragam tanya, beragam asumsi dan stigma yang tidak bisa dibendung akan muncul ke permukaan.
Berbanding terbalik dengan mereka yang ada dalam riuhnya hingar bingar kehidupan.
Mereka rindu akan damainya sepi, kesendirian dan kesunyian.Â
Mereka yang sudah lama dalam kegamangan suatu ikatan dan dalam ujung penghabisan komitmen.
Rindu dengan jeda dari kusutnya ombak pertengkaran.Â
Kadang khilaf menghampiri, bahwa sepi bukan tentang kehampaan.Â
Kadang lupa bahwa kesendirian bukan tentang kesunyian.Â
Seperti layaknya hidup bahwa segala sesuatunya harus seimbang.Â
Kesepianmu adalah dambaan bagi mereka yang terus dalam ramaiÂ
Bahwa kesunyianmu adalah harapan mereka yang ada dalam pergolakan suatu ikatan.Â
Jadikan sepi dan sunyimu sebagai tempat untuk merehatkan jiwa dan dirimu.Â
Kembali engkau tanyakan apakah aku siap dengan ramai?
Masuk lebih jauh ke dalam hatimu sejauh mana engkau sanggup menemui pergolakan itu.
Bahkan tanyakan juga apakah iya ramai itu selalu membuat bahagia.
Katakan pada dirimu, aku akan siap melangkah ke keramaian jika sudah berdamai dengan diriku sendiri.
Katakan pada dirimu, aku akan menerima segala pergolakan karena aku sudah berdamai dengan masa laluku.
Karena aku dan diriku adalah makna yang tidak dimiliki orang lain.
Karena aku dan diriku adalah sosok yang didambakan oleh waktu.
Karena aku dan diriku telah mampu berdiri kokoh untuk ditempa bara kehidupan.
Karena aku, diriku, sepi, sunyi, bukan lagi hampa tapi bahagia.Â