/V/
Laut yang menjalani hidup  sebagai jiwa kegelisahan
bermaksud menuturkan sebagian riwayat perjalanan,
sementara angin menghembus perlahan
meneduhkan kapal-kapal yang baru usai dari pelayaran:
"Sudahkah kau dengar
 hikayat para penunggang gelombang,
 mereka yang meninggalkan tanah kelahiran
 demi menemu muara kefanaan?
 Mereka adalah pendududuk suatu negeri
 yang merasa tidak pasti dengan diri sendiri,
 dengan membawa kekosongan hati
 menyeberangi tapal batas malam pada suatu dinihari,
 setahun berlalu
 rombongan terperangkap di sebuah gurun yang dulunya
 adalah lautan
 mereka-reka arah perjalanan
 dari terbit dan tenggelamnya bintang,
 menghimpun semua potensi kemampuan
 supaya bisa keluar dari kebuntuan,
 dari luasan cakrawala
 dan hembusan kering harmattan di ujung benua
 mereka mulai bisa mengindra
 bahwa rombongan akan tumpas segera,
 mereka mulai bergerombol untuk saling menguatkan
 menyalakan api unggun di kegelapan padang
 mencoba saling meniupkan semangat dan harapan,
 beginilah dulu suku Bani Israil yang oleh kekuasaan
 digiring ke pinggir lautan
 dari segala penjuru di kepung kekalahan
 diboikot dari semua akses pertolongan
 diputus segala komunikasi kecuali pada Tuhan
 sebab Tuhan tak punya batas dan bahasa
 karna Tuhan menjaga rahasia-Nya agar tetap baka,
 seorang bijak memberi penjelasan
 merekapun paham, imanlah yang akan memandu mereka
 keluar dari mutlak kebuntuan,
 namun mereka tak punya nabi
 tak ada mukjizat bisa menyinari hati,
 memang sering pertolongan datang di saat-saat terakhir
 tapi, itu hanya terjadi pada mereka yang teripilih
 bukan pada gerombolan sirkus yang modal niatnya sekedar ingin nyeleneh,
 kesadaran itu tiba-tiba mengemuka
 bagai badai gurun yang menerpa tiba-tiba,
'alangkah celaka orang yang menurutkan kata hati
 menukar seluruh realita dengan sesuatu yang tak pasti!'
 seseorang mulai menyesali
 yang lainpun menimpali,
'ya, burung-burung nasar akan jadi saksi terakhir
 bagi kita yang begitu ceroboh melakukan pencarian
 yang terlalu yakin dengan kebesaran nenek moyang
 yang ternyata tak membawa cukup perbekalan',
 yang paling tua di antara mereka menambahkan,
'telah terbit ketenangan karena nafsu yang teduh
 telah kusemai keturunan ke tempat-tempat jauh
 seharusnya tlah kugapai kesenangan menyeluruh
 kini, apa bisa diperbuat bila segala persendian lumpuh?'
 ratapan ini menyengat seluruh kesadaran mereka,
'O padamlah obor semangat!
 Kutuk takdit telah jatuh
 pada budak kata hati yang angkuh!'
"Menjelang malam akan menyemburatkan fajarnya
 tak tahan lagi mereka memendam cerca cela
 mereka saling tuduh sebagai sumber petaka,
 hanya seorang tinggal diam tak bersuara
 pemuda lusuh yang dianggap setengah gila,
 itulah justru yang mengundang malapetaka
 seorang yang tak mengambil sikap dalam suasana terdesak
 patut dicurigai sebagai mata-mata atau pengkhianat
 oramg-orangpun melampiaskan amarahnya
 meninggalkan jejak pada tiap inci bagian tubuhnya,
 di malam yang gelap gulita
 di sudut bumi yang sungguh terpencil dari cahaya
 tak seekor binatang gurun bersuara
 tatkala takdir
 menyuruhku menjemut ruh si pemuda gila
 dan membinasakan sisa kafilah yang buta tiba-tiba
 saat hampir sampai ke puncak katarsis dunia."
Samudra mengalunkan gelombang sesaat
Putri-putri laut muncul dari kelebatan kabut
Pada batu-batu karang mereka bersujud
Lambang ketegaran yang tak pernah surut,
Sang bayu melebarkan sayap-sayapnya
Merangkumi layar-layar kapal yang berjajar di pulau,
Ketika di pandanginya bibir-bibir pantai
Pada gulungan ombak sebentar menepi membuai
Tak sangsilah ia
Bahwa di antara keakraban laut dan pantai
Ada sesuatu yang abadi menghimbau
Laut malam
Nelayan menembang
Melarung jaring kesunyian
Kenangan tiba-tiba mempualam,
Seorang utusan lahir dari perut ikan
Terdampar di boulevard malam,
Yunus, lelaki tua yang telah menyimak
Kandungan kedalaman lautan
Menandai perjalanan arus yang penuh keajaiban
Menyadap dzikir ganggang yang begitu mempesonakan,
Bangkit dari kedalaman laut malam seraya merentangkan tangan,
Sabdanya menggelegar lewat bibir sang putra kehidupan:
"Wahai penduduk negeri anak moyang petualang
 Raihlah mustika rahasia alam
 Pancangkan layarmu siang malam
 Tempuhlah perjalanan bintang-bintang!
 O kau yang mengasuh aneka ragam kehidupan
 Padukan suara anak-anakmu jadi senandung pembuka hari
 Bangkitkan seribu pujangga 'tuk menggubah puisi
 Agar epos kearifanmu jaya abadi!
 O kau yang menaggung amanah kerinduan
 Dendangkan lagu hakiki kesunyian
 Sajakkan mantra-mantra keperkasaan gelombang
 Pada mereka yang mengikuti jejak pengarung lautan!
"O engkau lautan
 Tak seorang bisa tenang
 Bila bisikmu menyapa kesendirian
 Tidak seorangpun mampu berpangku tangan
 Tatkala geloramu menggubah syair petualangan!
 Kebiruan langitmu
 adalah kearifan hidup yang tak kunjung habis diselami
 jaraknya, keasingannya, ritus misterinya
 Kedalaman geloramu
 adalah kedalaman rasa yang tak kunjung
 sempurna bentuk hakikinya
 keabadian ombaknya, kesucian airnya, keagaiban swaranya
 yang terbantun ke bibir pantai dan pulau-pulau karang
 tak pernah sama desahnya di telinga waktu,
 Keperkasaan arusmu
 adalah keluhuran takdir
 yang merayapi segenap relief bumi
 menembus kelebatan hutan dan cadas bebukitan
 mengisi penuh cawan-cawan musim yang kelaparan
 mengolah ekosistem dan kediaman hewan-hewan
 menghela tali kekang nasib dengan sarat kearifan,
 engkaulah muara keindahan ayat-ayat Tuhan
 guru terakhir putra-puti kehidupan!"
Sejenak kabut datang menyelimut
Penghuni samudra susut jadi lelembut
Sosok sang nabipun kembali menjelma laut
Diiringkan gerung angin pada geronggang karang
Mengguruh tasbih kolosal penghuni lautan;
"Mahasuci Engkau
 Yang mengirim petualang ke jantung lautan!
 Mahasuci Engkau
 Yang memenuhi kefasihan lidah alam dengan berkah puji-pujian!
 Mahasuci Engkau
 Yang memuliakan lautan sebagai ibu mutiara bagi kehidupan!"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI