Mohon tunggu...
Abdurrazzaq Zanky
Abdurrazzaq Zanky Mohon Tunggu... petani.

Pikiran-pikiran radikal hanya mungkin dihasilkan oleh sunyi. Itulah kenapa pecinta literasi cenderung suka menyendiri.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Risalah Angin/V/

23 November 2024   05:51 Diperbarui: 23 November 2024   06:48 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pxhere.com/id/photo/472847

/V/

Laut yang menjalani hidup  sebagai jiwa kegelisahan

bermaksud menuturkan sebagian riwayat perjalanan,

sementara angin menghembus perlahan

meneduhkan kapal-kapal yang baru usai dari pelayaran:

"Sudahkah kau dengar

 hikayat para penunggang gelombang,

 mereka yang meninggalkan tanah kelahiran

 demi menemu muara kefanaan?

 Mereka adalah pendududuk suatu negeri

 yang merasa tidak pasti dengan diri sendiri,

 dengan membawa kekosongan hati

 menyeberangi tapal batas malam pada suatu dinihari,

 setahun berlalu

 rombongan terperangkap di sebuah gurun yang dulunya

 adalah lautan

 mereka-reka arah perjalanan

 dari terbit dan tenggelamnya bintang,

 menghimpun semua potensi kemampuan

 supaya bisa keluar dari kebuntuan,

 dari luasan cakrawala

 dan hembusan kering harmattan di ujung benua

 mereka mulai bisa mengindra

 bahwa rombongan akan tumpas segera,

 mereka mulai bergerombol untuk saling menguatkan

 menyalakan api unggun di kegelapan padang

 mencoba saling meniupkan semangat dan harapan,

 beginilah dulu suku Bani Israil yang oleh kekuasaan

 digiring ke pinggir lautan

 dari segala penjuru di kepung kekalahan

 diboikot dari semua akses pertolongan

 diputus segala komunikasi kecuali pada Tuhan

 sebab Tuhan tak punya batas dan bahasa

 karna Tuhan menjaga rahasia-Nya agar tetap baka,

 seorang bijak memberi penjelasan

 merekapun paham, imanlah yang akan memandu mereka

 keluar dari mutlak kebuntuan,

 namun mereka tak punya nabi

 tak ada mukjizat bisa menyinari hati,

 memang sering pertolongan datang di saat-saat terakhir

 tapi, itu hanya terjadi pada mereka yang teripilih

 bukan pada gerombolan sirkus yang modal niatnya sekedar ingin nyeleneh,

 kesadaran itu tiba-tiba mengemuka

 bagai badai gurun yang menerpa tiba-tiba,

'alangkah celaka orang yang menurutkan kata hati

 menukar seluruh realita dengan sesuatu yang tak pasti!'

 seseorang mulai menyesali

 yang lainpun menimpali,

'ya, burung-burung nasar akan jadi saksi terakhir

 bagi kita yang begitu ceroboh melakukan pencarian

 yang terlalu yakin dengan kebesaran nenek moyang

 yang ternyata tak membawa cukup perbekalan',

 yang paling tua di antara mereka menambahkan,

'telah terbit ketenangan karena nafsu yang teduh

 telah kusemai keturunan ke tempat-tempat jauh

 seharusnya tlah kugapai kesenangan menyeluruh

 kini, apa bisa diperbuat bila segala persendian lumpuh?'

 ratapan ini menyengat seluruh kesadaran mereka,

'O padamlah obor semangat!

 Kutuk takdit telah jatuh

 pada budak kata hati yang angkuh!'

"Menjelang malam akan menyemburatkan fajarnya

 tak tahan lagi mereka memendam cerca cela

 mereka saling tuduh sebagai sumber petaka,

 hanya seorang tinggal diam tak bersuara

 pemuda lusuh yang dianggap setengah gila,

 itulah justru yang mengundang malapetaka

 seorang yang tak mengambil sikap dalam suasana terdesak

 patut dicurigai sebagai mata-mata atau pengkhianat

 oramg-orangpun melampiaskan amarahnya

 meninggalkan jejak pada tiap inci bagian tubuhnya,

 di malam yang gelap gulita

 di sudut bumi yang sungguh terpencil dari cahaya

 tak seekor binatang gurun bersuara

 tatkala takdir

 menyuruhku menjemut ruh si pemuda gila

 dan membinasakan sisa kafilah yang buta tiba-tiba

 saat hampir sampai ke puncak katarsis dunia."

https://pxhere.com/id/photo/1503969
https://pxhere.com/id/photo/1503969

Samudra mengalunkan gelombang sesaat

Putri-putri laut muncul dari kelebatan kabut

Pada batu-batu karang mereka bersujud

Lambang ketegaran yang tak pernah surut,

Sang bayu melebarkan sayap-sayapnya

Merangkumi layar-layar kapal yang berjajar di pulau,

Ketika di pandanginya bibir-bibir pantai

Pada gulungan ombak sebentar menepi membuai

Tak sangsilah ia

Bahwa di antara keakraban laut dan pantai

Ada sesuatu yang abadi menghimbau

Laut malam

Nelayan menembang

Melarung jaring kesunyian

Kenangan tiba-tiba mempualam,

Seorang utusan lahir dari perut ikan

Terdampar di boulevard malam,

Yunus, lelaki tua yang telah menyimak

Kandungan kedalaman lautan

Menandai perjalanan arus yang penuh keajaiban

Menyadap dzikir ganggang yang begitu mempesonakan,

Bangkit dari kedalaman laut malam seraya merentangkan tangan,

Sabdanya menggelegar lewat bibir sang putra kehidupan:

"Wahai penduduk negeri anak moyang petualang

 Raihlah mustika rahasia alam

 Pancangkan layarmu siang malam

 Tempuhlah perjalanan bintang-bintang!

 O kau yang mengasuh aneka ragam kehidupan

 Padukan suara anak-anakmu jadi senandung pembuka hari

 Bangkitkan seribu pujangga 'tuk menggubah puisi

 Agar epos kearifanmu jaya abadi!

 O kau yang menaggung amanah kerinduan

 Dendangkan lagu hakiki kesunyian

 Sajakkan mantra-mantra keperkasaan gelombang

 Pada mereka yang mengikuti jejak pengarung lautan!

https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-pemandangan-manusia-berdiri-di-tepi-tebing-2476358/
https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-pemandangan-manusia-berdiri-di-tepi-tebing-2476358/

"O engkau lautan

  Tak seorang bisa tenang

  Bila bisikmu menyapa kesendirian

 Tidak seorangpun mampu berpangku tangan

 Tatkala geloramu menggubah syair petualangan!

 Kebiruan langitmu

 adalah kearifan hidup yang tak kunjung habis diselami

 jaraknya, keasingannya, ritus misterinya

 Kedalaman geloramu

 adalah kedalaman rasa yang tak kunjung

 sempurna bentuk hakikinya

 keabadian ombaknya, kesucian airnya,  keagaiban swaranya

 yang terbantun ke bibir pantai dan pulau-pulau karang

 tak pernah sama desahnya di telinga waktu,

 Keperkasaan arusmu

 adalah keluhuran takdir

 yang merayapi segenap relief bumi

 menembus kelebatan hutan dan cadas bebukitan

 mengisi penuh cawan-cawan musim yang kelaparan

 mengolah ekosistem dan kediaman hewan-hewan

 menghela tali kekang nasib  dengan sarat kearifan,

 engkaulah muara keindahan ayat-ayat Tuhan

 guru terakhir putra-puti kehidupan!"

Sejenak kabut datang menyelimut

Penghuni samudra susut jadi lelembut

Sosok sang nabipun kembali menjelma laut

https://www.pexels.com/id-id/foto/dingin-salju-laut-alam-4640990/
https://www.pexels.com/id-id/foto/dingin-salju-laut-alam-4640990/

Diiringkan gerung angin pada geronggang karang

Mengguruh tasbih kolosal penghuni lautan;

"Mahasuci Engkau

 Yang mengirim petualang ke jantung lautan!

 Mahasuci Engkau

 Yang memenuhi kefasihan lidah alam dengan berkah puji-pujian!

 Mahasuci Engkau

 Yang memuliakan lautan sebagai ibu mutiara bagi kehidupan!"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun