Mohon tunggu...
Lasmiyati
Lasmiyati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Baik atau Jahat?

29 Agustus 2017   10:55 Diperbarui: 29 Agustus 2017   11:00 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Walaupun tinggal di balik dinding penjara, Ahmad tak tinggal diam. Ketika kedua anak angkat-nya berkunjung, dia menitipkan surat agar diserahkan pada penggarap sawah peninggalan neneknya, yang isinya meminta bagi hasil sawahnya untuk membiayai mereka. Dia juga berpesan untuk memanfa-atkan hasil kebun yang tak seberapa di belakang rumahnya sebaik mungkin, tidak boleh boros, harus selalu rukun, rajin belajar dan jangan sampai putus sekolah. Keduanya semakin hormat pada Ahmad.

Melihat sikap dan sifat Ahmad yang bersahaja, sebagian besar penghuni penjara itu menjadi segan padanya, termasuk petugas dan sipir. Berkat kefasihannya dalam membaca ayat-ayat Suci Alquran, Ahmad sering disuruh mengajar mengaji oleh sesama tahanan. Dia juga sering diminta menjadi imam saat salat fardhu dan salat Jumat. Panggilannya berganti menjadi Mad Deglok. Ahmad tak mempersoal-kan hal itu, apalah arti sebuah panggilan, batinnya.

Di penjara itu, ada acara rutin siraman rohani yang diselenggarakan untuk memberi pencerahan pada penghuninya. Yang datang kali ini seorang ustad muda yang sudah terkenal di kota tersebut. Ustad Zainudin namanya. Orangnya ramah, berwibawa, dan tampan.

Seluruh penghuni lapas dikumpulkan di sebuah aula, dengan pengawalan para sipir di dalam maupun di luar aula. Termasuk Mad Deglok yang kini penampilannya menyeramkan, memiliki jambang dan kumis tebal, sorot mata tajam dan berjalannya pincang. Ketika dia memasuki aula itu, para tahanan langsung mengelu-elukannya. "Hidup Mad Deglok...Hidup Mad Deglok." Para sipir memberi perintah untuk diam, tapi tetap saja mereka berteriak-teriak. Namun ketika Mad Deglok memberi isyarat, mereka spontan langsung diam.

Saat memberikan wejangan, Ustad Zai, begitu ia biasa disapa, sangat bersemangat karena dili-hatnya seluruh penghuni penjara tampak antusias dan tekun mendengarkannya.

Di sesi terakhir, Ustad Zai memberi kesempatan bertanya jawab. Saat dilihatnya tak ada satu pun hadirin yang mengajukan pertanyaan, Mad Deglok pun berdiri. Para tahanan segera mengelu-elukan-nya kembali, "hidup Mad Deglok...hidup Mad Deglok," suasana yang tadinya tenang itu menjadi riuh. Mad Deglok memberi isyarat dengan tangang untuk diam. Dan mulailah dia berbicara.

"Maaf Pak Ustad, saya ingin bertanya, bagaimana hukumnya orang yang menjadi pendosa, namun sebenarnya berawal dari kesalahan orang lain, dan akhirnya menjadi pelaku pembunuhan dengan tidak sengaja," kata Mad Deglok dengan lantangnya.

"Maksud Saudara bagaimana? Coba jelaskan lebih mendetail!" pinta Ustad Zai penasaran.

" Ayo katakan Mad Deglok, hidup Mad Deglok...hidup Mad Deglok."

Suasana kembali riuh, dan kembali Mad Deglok memberi isyarat agar diam.

"Begini, Ustad. Saya tersangka pelaku pembunuhan, dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Tapi sebenarnya pembunuhan itu sama sekali tidak saya sengaja. Saya hanya melerai. Tapi biarlah, kare-na kekhilafan saya telah menyebabkan nyawa orang melayang, saya ikhlas menjalaninya. Tapi bagai-mana dengan orang yang telah dengan sengaja mengajak pada perbuatan dosa, tapi karena orang tersebut lebih beruntung, dia tidak menanggung akibat dari perbuatannya. Sedangkan orang yang diajaknya harus menanggung akibatnya seumur hidup." ujar Mad Deglok panjang lebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun