Mohon tunggu...
Lasmiyati
Lasmiyati Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Baik atau Jahat?

29 Agustus 2017   10:55 Diperbarui: 29 Agustus 2017   11:00 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Betul itu Ahmad?" selidik Abah Ibrahim.

"Saya me...memang memanjat Abah. Tapi bu.. bukan saya yang makan, ta..tapi...si..."

"Siapa? Badri, tadi ada orang lain bersamanya?" nada suara Abah Ibrahim mulai meninggi.

"Saya tidak melihat siapa pun selain Ahmad ini, Bah. Kamu ini lho, baru kemarin mencuri ikan di empang saya dan berjanji tidak akan pernah mencuri lagi, rasanya belum kering bibir ini menasehati-mu." kata Wak Badri bohong karena sebenarnya tadi ia sekilas melihat kelebatan orang berlari, makanya berteriak pencuri.

"Mad...Mad dengan mencuri saja kamu berdosa, jangan kamu tambah dengan memfitnah, itu dosanya lebih besar dari pada membunuh. Kalau kamu ingin makan rambutan, mengapa tidak minta ke Abah, pasti boleh. Lagi pula kalau kamu sabar, nantinya kalau sudah masak semua juga akan Abah bagi. Abah kecewa, kamu ini murid kesayanganku, tapi mengapa seperti ini kelakuanmu. Pak Ismail, itu anaknya segera dibawa pulang! Kelihatannya kesakitan, coba diurutkan siapa tahu keseleo," kata Abah Ibrahim kepada ayahnya Ahmad yang dari tadi diam saja menahan malu dan amarahnya.

Pak Ismail segera mendekati Ahmad dan menariknya agar berdiri.

"Ayo pulang, membuat malu saja!" kata Pak Ismail geram. Dengan menahan sakit, Ahmad terseok-seok mengikuti ayahnya dari belakang.

Sesampai di rumah, Pak Ismail marah besar. Diambilnya sepotong rotan dan dicambukkannya berkali-kali ke pantat Ahmad, sambil tak henti-hentinya memarahinya. Tanpa menghiraukan Ahmad yang mengiba-iba kesakitan. Ibunya yang berusaha menghalangi tak luput dari kemarahannya.

Setelah kejadian malam itu, Ahmad dilarang keluar rumah. Kondisinya cukup memprihatinkan, ketika diurut oleh dukun ternyata tulang kering Ahmad retak dan kemungkinan ada pendarahan di dalam. Karenanya jadi bengkak dan menghitam. Ibunya ingin membawanya ke mantri atau ke dukun khusus patah tulang, namun ayahnya tak mengizinkan."Nanti juga sembuh sendiri, kan masih anak-anak,"

Hari-hari Ahmad dihabiskan di rumah. Tak satu pun temannya menjenguk, termasuk Udin.

Setelah seminggu di rumah, Ahmad mulai pergi ke madrasah meskipun jalannya masih pincang. Ternyata di madrasah teman-temannya menjauhi. Kalau dia mendekati kerumunan temannya, mereka segera bubar dan menghindar. Demikian juga bila di surau, teman-temannya pun mengasingkannya. Mereka dilarang orangtuanya berkawan dengan Ahmad, bisa ketularan menjadi pencuri, katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun