"Kalau beli es krim yang Campina saja ya."
Ingatan masa kecil lamat-lamat kembali menyembul saat membaca pengumuman event Kompasiana Onloc bertajuk Campina factory visit yang diselenggarakan 31 Juli 2018. Ternyata saya sukses menjadi salah seorang diantara 20-an Kompasianer yang terpilih.
Kutipan kalimat 'rekomendasi' di awal diucapkan mami saya saat saya balita, yang tiba-tiba teringat setelah lama terlupakan. Flashback ke masa TK... saya tak doyan es krim. Padahal mami saya jika membelikan es krim di Toko Murni (nama sebuah toko yang khusus menjual snack di daerah Pasar Pucang Anom-Surabaya, entah apakah masih eksis) selalu dalam kemasan yang cukup besar—katanya di masa lalu kemasan es krim cup lebih besar dibandingkan sekarang.
Setelah dibelikan, ternyata saya hanya memakannya sedikit lalu membuangnya begitu saja, cukup disayangkan. Entah mengapa saya melakukan tindakan bodoh tadi; namun hal ini membuat mami saya bersumpah tidak akan membelikan es krim lagi hingga saya bisa membeli dengan uang jajan saya sendiri. Duh.
Saya tak begitu mengingat kejadian tersebut bila mami saya tidak menceritakannya lagi saat dewasa; namun saya telah menjadi penggemar es krim lagi saat usia SD pertengahan.
Jadi, nama Campina memang telah cukup tersohor tahun 80-an di daerah dimana saya tinggal saat itu. Padahal kawasan ini cukup jauh dari lokasi asli pembuatan es krim Campina di Gembong Sawah yang kemudian pindah ke daerah Rungkut Industri Surabaya.
Dan kita tinggalkan masa kecil saya untuk melihat bagaimana Campina dari dekat seperti yang saya rangkum dari kunjungan ke pabrik eskrim tersebut.
Aturan Yang Ketat
Pagi itu, 31 Juli 2018 saya berangkat dari kosan daerah Lontar, Surabaya  Barat. Perjalanan ke alamat Pabrik PT Campina Ice Cream Industry Tbk di Rungkut Industri II  no 15 Tenggilis Mejoyo Surabaya memakan waktu sejam lebih. Ternyata teman-teman Kompasianer dan vlogger/blogger sudah terlihat berkumpul di 'kawasan merokok' belakang pos satpam Pabrik Campina. Setelah pengecekan QR code undangan Kompasiana, saya mendapat T-Shirt yang kemudian dirangkap dengan kemeja yang telah dikenakan sebelumnya.
Misalnya:
1. Mengenakan pakaian yang pantas dan sopan, menggunakan celana panjang dan sepatu tertutup. Diceritakan ada kunjungan pelajar SMK yang tidak kuat memasuki cold storage karena mereka memakai rok, bukan celana.
2. Berjalan di dalam area marka, dan menyeberang di area zebra cross yang ditentukan. Dengan berjalan di dalam marka, maka kita kecil kemungkinannya akan terlibat dalam kecelakaan kerja, para karyawan bisa bekerja nyaman dan tidak merasa terganggu.
3. Mencopot sepatu di depan toilet dan masuk ke toilet dengan mengenakan kaus kaki. Toilet di lingkungan pabrik Campina selalu dalam kondisi kering dimana pengunjung dan karyawan secara keseluruhan dilarang membasahi lantai. Dilarang meludah sembarangan! harus di toilet. Kita diwajibkan menggunakan hand sanitizer di dalam toilet dan area pabrik sebagai langkah higienitas.
Lalu peserta diarahkan ke minibar di lantai 2 yang sekaligus merupakan museum mini berisi pernik memorabilia Campina seperti dispenser asam, embosser segel, alat pembuat cek, telepon manual (putar), dan banyak lainnya; sebagai bagian dari sejarah panjang Campina.
Campina mempunyai sekitar 80 varian produk yang dapat dikembangkan/discontinue setelah mengevaluasi respons dari masyarakat. Misalnya, es krim rasa mocha (perpaduan coklat dan kopi) kurang digemari oleh masyarakat akhirnya dihentikan produksinya.
Campina mempunyai diversifikasi cukup luas mulai dari produk non-susu sapi (rasa buah) hingga berbahan susu kedelai yang bisa dipilih oleh mereka yang intoleransi akan laktosa atau para vegan. Produk berbahan dasar susu kedelai ini (Dengan nama Lu Ve) juga dapat dikonsumsi oleh individu dengan kecenderungan autis.
Setelah paparan, ada kesempatan bertanya bagi peserta yang akan penulis ringkas sebagai kesimpulan saja:
1. Produk Campina dapat dikonsumsi oleh anak dibawah usia 5 tahun; jadi orangtua bisa mengadakan pesta ultah anak atau sejenisnya; namun Campina sebenarnya memposisikan produknya untuk anak yang telah memakan makanannya sendiri (bukan disuapi) sehingga target usianya ditulis minimal 5 tahun.
2. Pasar es krim sebenarnya masih bisa dikembangkan, karena konsumsi kita amat kecil yakni 0,6 liter/kepala pertahun. Dan market share Campina yang menerapkan strategi low budget high impact (dengan perbandingan biaya promosi Campina terhadap Walls 1:31 ), telah meraup kisaran 24% dari 250juta+ orang penduduk Indonesia dimana produk kompetitor mencapai 70% lebih. Sisanya diisi oleh Diamond, Indoeskrim, Aice, serta Hagendas, Baskin Robbins dll. Beberapa penghargaan telah diraih oleh Campina diantaranya Rekor Bisnis (ReBi), Superbrands, Top Brands dan Green Company Achievement. Campina cukup optimis karena mempunyai konsumen loyal meski ada brand baru semacam Aice.
3. Campina mempunyai departemen marketing komunikasi yang juga menyasar digital/online ber-optimizer dengan strategi meningkatkan engagement dan follower. Sebelumnya Campina memang giat ber-offline, sedangkan saat ini lebih mengedepankan konten menarik dengan mengundang mereka yang berkompetensi untuk membuat konten bagi Campina.
4. Tak banyak yang mencermati jika Campina dan Walls pernah bersengketa, seperti 'bertukar brand' dimana kompetitor ini sekarang menggunakan merek 'Cornetto' untuk es krim cone-nya (sebelumnya digunakan Campina), dari sebelumnya yang menggunakan merek 'Conello'. Campina sendiri saat ini menggunakan merek 'Concerto' untuk es krim cone-nya.
Pada tahun 1985 proses produksi dipindahkan ke kawasan SIER, tahun 1994 Campina bergabung dengan PT Ultrajaya yang mempunyai produk inti berbahan susu; dan pada tahun 2017 berubah menjadi perusahaan terbuka sehingga saham PT Campina Ice Cream Industry dapat dimiliki publik.
Jalan-jalan Berkeliling Perusahaan
Selanjutnya peserta diajak berkeliling dipandu oleh Ibu Anis. Ruang pertama yang menjadi bahan edukasi adalah Quality Control (QC) dimana peserta masih diperkenankan memotret, yang terdiri dari laboratorium kimia dan mikrobiologi.
Peran QC dibutuhkan beberapa kali dalam daur produksi. Misalnya bahan yang belum tercampur rata, proses pengolahan berbasis mutu, sampai hasil akhir yang kurang memenuhi standar sehingga perlu mengulang kerja. Setelah es krim tadi menjadi produk akhir pun masih ada tes tiga bulan pendiaman; jika dalam tiga bulan dinyatakan kurang memenuhi syarat maka akan ditetapkan sebagai bahan yang harus dimusnahkan.
Dari ruang QC, peserta diajak ke area produksi di lantai bawah yang didahului oleh ruang anteroom (ruang ganti sepatu karyawan ke sepatu boot khusus). Kemudian peserta diajak melihat ruang basis produksi dari jendela luar dimana es krim yang telah dipak kardus didistribusikan ke cold storage; setelahnya peserta tidak langsung menuju ke cold storage tetapi berbelok ke gudang tempat bahan baku mulai dari susu, buah, tepung, coklat, kopi dll.
Dari gudang suplai bahan tadi lalu peserta berjalan menuju ke kamar jaket pelindung berbentuk seperti kereta ber-roda sebelum masuk cold storage bersuhu di bawah -20°C. Cukup beruntung penulis dapat mengikuti setiap sesi karena tidak sedang sakit/kurang fit. Dalam sehari Campina dapat memproduksi total 300 palet kayu dengan jumlah 150 karton es krim/palet.
Program Go Green dan CSR Campina
Sebagai perusahaan peduli lingkungan, Campina menerapkan prinsip Go Green pada banyak tindakan. Seperti penggunaan sumber daya efisien yang mengurangi kebutuhan listrik hingga 710,69 Kwh/tahun hingga instalasi pengolahan air mandiri.
Kantin tersebut juga menggalakkan pola makan 'secukupnya' sesuai kapasitas individu (jangan ada butir nasi terbuang) yang mirip aturan resto 'all you can eat'. Penulis sempat mencermati kartu-kartu referensi hasil kliping koran di meja kantin yang menjelaskan alasan di balik program Go Green tadi. Misalnya 'Nilai Luhur dari Sebutir Nasi'.Â
Waktu seseorang membuang sebutir nasi saat makan, bila diakumulasikan dari perhitungan 3x makan/hari oleh 250 juta penduduk Indonesia, maka nasi terbuang tadi cukup untuk mengasupi ribuan orang kelaparan di Indonesia bahkan dunia. Anda bisa membaca artikelnya yang telah ditulis ulang oleh banyak blogger/media, misalnya pada tautan berikut.
Rupanya menu kantin ini juga berasal dari hasil dari CSR perusahaan yakni pembudidayaan jamur di daerah Karah Surabaya dan Malang. Pada kantin pabrik Campina tadi kita juga akan menemukan helaian kertas daur ulang sebagai pengganti tissue.
Singkatnya, secara fakta Campina memang Istimewa Di Segala Suasana. Pas seperti tulisan yang tertera pada banner di pos satpam Campina: Create Happiness Since 1972.
Foto-Foto Lain