Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Penggerak dan Merdeka Belajar

28 Januari 2020   14:24 Diperbarui: 17 Juni 2021   08:20 7758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami Guru Penggerak dan Merdeka Belajar (unsplash/annie-spratt)

"Guru Penggerak dan Merdeka Belajar". Dua jargon atau istilah tersebut diucapkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada beberapa kesempatan di hadapan pendidik dan tenaga kependidikan. 

Dua hal tersebut sampai dibuat menjadi tagar (#). Tujuannya adalah untuk meningkatkan motivasi guru dalam melaksanakan tugas sebagai ujung tombak pembelajaran dan untuk membangun paradigma pembelajaran yang menyenangkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Dua jargon tersebut merupakan hal yang baik. Walau demikian, agar bisa terealiasi dalam praktik pendidikan di Indonesia, tentunya perlu ditindaklanjuti dengan berbagai kebijakan Mas Menteri.

Khususnya dalam peningkatan mutu guru, karena kalau tidak diikuti dengan kebijakan dan program yang lebih operasional dan kontekstual, dikhawatirkan hanya menjadi jargon saja dan hilang ditelan waktu, dan saya yakin tentunya Mas Menteri tidak berharap demikian.

Baca juga : Peran Emosi bagi Motivasi Belajar Mahasiswa Selama Perkuliahan di Masa Perkuliahan Daring

Yang ada dalam benak saya, guru penggerak adalah guru yang aktif dan menjadi pelopor perubahan dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah tempatnya bertugas, memiliki semangat pemelajar, aktif meningkatkan kompetensinya baik melalui forum-forum ilmiah yang dilaksanakan oleh pemerintah dan organisasi profesi, maupun secara mandiri, dan aktif juga berbagi ilmu dan pengalaman kepada rekan-rekan sejawatnya pada komunitas mereka baik secara tatap muka maupun secara online.

Merdeka belajar dapat diartikan situasi belajar yang aktif dan menyenangkan. Peserta didik bisa bebas memilih belajar dari berbagai sumber belajar dan bebas dari tekanan. Kalau istilah Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, sekolah harus menjadi taman belajar bagi siswa.

Dalam pembelajaran yang merdeka, guru disamping berperan sebagai salah satu sumber belajar, juga berperan sebagai fasilitator pembelajaran. 

Baca juga : Sudut Pandang Islam, Psikologi, dan Biologi Terkait Masalah Motivasi Belajar

Sebagai seorang fasilitator pembelajaran, tentunya guru harus merancang pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sehingga para peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Peserta didik generasi Z banyak yang sudah familiar dengan teknologi khususnya smartphone dimana gawai tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar. 

Oleh karena itu, guru pun harus memacu dirinya untuk mengikuti perkembangan zaman dan membimbing peserta didik agar menggunakan smartphone secara bijak dan bertanggung jawab.

Guru merdeka juga harus terekspresi dari kebijakan pemerintah yang memberikan keleluasaan kepada guru untuk mengajar sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan peserta didik. 

Merdeka untuk menilai belajar siswa dengan berbagai jenis dan bentuk instrumen penilaian, merdeka dari berbagai pembuatan administrasi yang memberatkan, merdeka dari politisasi profesi guru, dan merdeka dari berbagai tekanan dan intimidasi terhadap mereka.

Baca juga : Pentingnya Peran Orang Tua dalam Memanajemen Belajar Anak pada Masa Pandemi

Guru pula diberikan kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul, menjadi anggota organisasi profesi guru, menyampaikan saran dan kritik terhadap kebijakan terkait peningkatan mutu pendidikan baik secara lisan maupun tulisan. 

Para guru, khususnya guru-guru honorer perlu mendapatkan honor yang "manusiawi", minimal setara Upah Minimum Kabupaten/Kota/Provinsi. Jangan sampai tenaga mereka dibutuhkan, tapi penghargaan terhadap profesi mereka rendah.

Berbagai kebijakan sebenarnya telah diluncurkan oleh pemerintah untuk mendukung pembelajaran yang merdeka, seperti Sekolah Ramah Anak (SRA), sekolah sehat, sekolah bebas dari perundungan (bully). 

Selain itu, nilai-nilai baik seperti toleransi, saling menghargai, dan saling menghormati juga ditanamkan dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Selanjutnya, kreativitas, inovasi, dan rasa ingin tahu melalui membaca dikembangkan dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS). 

Guru-gurunya pun telah dilatih untuk melakukan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan kata lain, konsep guru penggerak dan merdeka belajar sebenarnya bukan konsep yang baru, tetapi penguatan dari konsep yang telah ada sebelumnya.

Menurut saya, guru penggerak akan bisa mewujudkan konsep merdeka belajar, karena guru merdeka adalah guru-guru yang kreatif dan inovatif. 

Pertanyaannya adalah, maukah guru-guru keluar dari zona nyaman atau mengubah paradigma mengajar dari tradisional menjadi lebih kreatif? 

Saya yakin banyak guru yang punya keinginan untuk maju, walau mungkin ada pula yang lebih memilih berada di zona nyaman. Ayo para guru bergerak mewujudkan pembelajaran yang merdeka bagi para peserta didik menuju pendidikan yang bermutu.

Oleh: IDRIS APANDI (Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun