"Penyihir? Wah, kebetulan. Tolong sihir aku menjauh dari tempat ini dong!" mata Elvi mendadak berbinar.
"Loh, memang kenapa?" tanyaku heran.
"Aku ingin suasana tenang. Di sini berisik!"
"Masa sih? Kelihatannya di sini menyenangkan." Aku menatap sekeliling.
"Menyenangkan apanya? Pagi-pagi Bunda sudah ribut mengomel," Elvi bersungut-sungut. Bibirnya maju beberapa senti.
"Omelan Bunda menandakan beliau sayang sama kamu," ujarku sok bijak.
"Kamu belum pernah dengar Bunda kalau sudah mengomel, sih. Paaaanjang banget. Persis rel kereta api," Elvi berhiperbola. "Please, bantu aku ya."
Sejenak aku terdiam. Menimbang-nimbang permintaan Elvi.Â
Aku bantu tidak, ya?
Lalu aku teringat pesan yang disampaikan Simbah Kakung.
"Baiklah! Aku siap menolongmu. Lovely mau pergi kemana?" tanyaku seraya mengeluarkan tongkat sihir kembali dari balik jubahku.