Gundah itu datang seiring malam ramadhan 1441 H berakhir.
Dua kesedihan beriringan, selain sedih karena ramadhan pergi, kesedihan kedua karena diiringi padamnya sosok harapan.
Harapan yang selalu terngiang, harapan untuk membingkai sebuah bahtera.
Ia berlalu seiring fajar 1 syawal 1441 h mulai menyinsing.
Entah sambutan bahagia atau sedih, yang jelas keduanya bersemanyam di dalam gundukan daging yang banyak orang menyebutnya hati.
Hay, maaf aku dulu pernah bercita-cita ingin merawat anak-anak kita kelak seperti yang ada dalam imajinasi kita.
Hey maaf, hari ini terakhir kita bercakap di antara dua air mata yang berlinang.
Mungkin kini engkau telah bercerita panjang dengan ia, dan mungkin telah menemukan imajinasi baru.
Berlalu, ya ini akan berlalu, segudang kenangan yang pernah singgah dan takan mungkin hilang.
Esok masih panjang, selagi tuhan memberi ruang.
Ada banyak waktu yang mesti diisi dari pada meratapi purnama.