"Mas lebih dari itu!"
Bisikmu pelan. Menerobos gendang telinga, menjalar liar mengisi ruang-ruang kosong di sekujur tubuhku, perlahan mengalir tenang dalam kehangatan. Tiba-tiba aku ingin menyalahkan orang-orang yang meyakini hujan sebagai pintu masuk kehadiran ruang dan waktu yang membeku.
"Kalimat barusan, peribahasa juga?"
Pinggangku kembali perih. Sepertinya, kau pun menyukai cubitan. Selain hujan, payung dan peribahasa.
"Kenapa kalimatmu bisa bagus?"
"Mas buka Google, ketik 'Quote Payung'. Cari dan bacalah!"
***
Sejak pagi, hujan tak henti bertamu. Namun, di ruang tamu suasana bisu yang bertemu.
"Ayah..."
"Berdoalah! Doa akan menjadi payungmu dari butir-butir rindu!"
Mata bening itu menatapku. Dalam bisu. Mataku menatap potretmu. Dalam genggaman jemari mungil anakmu.
Curup, 14.10.2021
Zaldy Chan