"Harusnya sudah belajar dari pengalaman! Ini tahun kedua, kan?"
Kukira, Selain ruangan yang terbiasa bisu. Satu-satunya yang tak berubah adalah caramu saat berbicara.
Tekanan nada mengiringi pilihan kata yang terukur, leluasa keluar dari mulutmu. Tentu saja, tatapan matamu. Sorot mata tajam, tapi bukan tatapan mata seekor elang.
Matamu seperti tatapan mata kucing belang tiga, yang membuat jemari kaki cicak gemetar, ekornya terlepas, hingga tanpa sadar tubuhnya jatuh terkapar. Menjadi mangsa.
Kau tak menatapku. Tapi lebih memilih menatap tiga pasang mata yang sejak tadi, duduk persis di hadapanmu.
"Sudah cair, kan? Sudah dibagikan?"
Lagi. Suaramu memaksa lelaki berbaju putih lengan panjang dan berkacamata itu anggukkan kepala. Kemudian mengeluarkan suara.
"Sejak minggu lalu, Pak."
Kudengar nada suara lelaki itu bergetar. Namun wajahnya, menyiratkan rasa lega, saat kau anggukkan kepala.
Di sebelahnya, duduk lelaki berpakaian serba hitam, dengan rambut yang dipotong pendek, penuh sikap waspada. Tapi, sedikit sungkan menatapmu.
"Bagianmu bagaimana?"