Kita mulai terbiasa dengan konsep belah bambu. Sebelah diunjalkan, dan sebelah lagi diuntalkan! Teman adalah sekadar teman. Tanpa ada ruang dan peluang menjadi saudara.
Kita jadi terbiasa menampilkan senyum basa basi atau berlagak sombong. Menyajikan pujian yang terkadang asal sorong. Ada juga memberikan julukan dan gelar kehormatan yang asal dorong.
Kita pun kembali terbiasa dengan pengakuan "kau ATAU aku", bukan "kau DAN aku". Serta merasa nyaman dengan ujaran "KAMI" tanda berseberangan untuk memukul, daripada berujar "KITA" yang seharusnya lebih bisa merangkul.
Salah satu pemicunya adalah krisis figur! Banyak orang ahli, dianggap ahli atau merasa ahli yang terlibat. Namun, melupakan tujuan dasar sebuah keahlian. Yaitu "MEMBANTU".
Fenomena kekinian, orang yang dianggap ahli merasa paling benar, paling tahu, malah ada juga yang bisa menentukan dosa dan pahala seseorang. Akhirnya terjebak menciptakan situasi "MEMBATU".
Di televisi ada acara yang mempertontonkan kesialan seseorang, malah dijadikan bahan tertawaan. Rating naik dan menanjak, serta menghimpun penonton yang banyak.
Di media massa dan media sosial, jamak saling bongkar aib. Entah aib sendiri atau aib orang lain. Berharap pembaca menjadi banyak, apalagi sampai viral! Maka akan menjadi terkenal!
Jangan-jangan, suatu saat orang-orang berjalan dengan tubuh telanjang. Kemudian merasa heran serta menertawakan orang-orang yang berpakaian.
Di keseharian? Aku gak bisa tulis!
Wong aku juga gitu! Hiks...