"Bukan abu-abu, Bang! Tapi, kelabu!"
Tuh, kan? Manusia itu dihadirkan dengan segala keunikannya.
Namun, hukum alam interaksi antar manusia, tahapannya tak bisa seringan alur pikir hitam atau putih atau abu-abu! Eh, kelabu, kan? Aku berikan contoh tahapannya, ya?
Pertama. Awalnya, Manusia mengagungkan dan menggaungkan kebebasan memilih. Ketika banyak pilihan, malah bingung. Dan berucap, "Susah! Terlalu banyak pilihan!"
Kedua. Karena merasa susah, manusia kemudian membatasi pilihan agar mudah memilih. Malah bingung lagi. Terus berujar, "Kenapa pilihannya harus ini, dan bukan itu?"
Ketiga. Akhirnya, dihadirkan yang diinginkan agar bisa menentukan pilihan. Kembali bingung hadir. Sambil berucap, "Semua ada kelebihan dan kekurangan. Aku gak jadi memilih. Biar adil!"
Keempat. Ketika suatu saat, tak lagi dimintakan untuk menentukan pilihan. Malah marah-marah! Kemudian bersabda, "Aku juga punya hak memilih!"
![Ilustrasi labirin (sumber gambar: pixabay.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/01/28/maze-1804511-640-601236f58ede4847cb26e913.jpg?t=o&v=555)
Percayalah! Jika bisa sesukanya menentukan pilihan. Mungkin sesekali seekor ayam jantan berdiri di dekat pagar rumah orang kaya, kemudian menggonggong.
Bayangkan, jika seekor gajah berdiri gagah di atap rumah. Saat subuh mulai berteriak, "kukuruyuuuuuuk!" Mengerikan, tah? Setidaknya, bakalan hadirkan kekacauan, kan?
Sebab, kita sepakat "menghukum tanpa vonis" menggonggong adalah suara seekor anjing bukan milik ayam jantan! Suara seekor ayam jantan adalah kukuruyuk, bukan suara milik seekor gajah!