Mata gadis kecilmu menatapku. Perlahan, kuanggukkan kepala sambil tersenyum. Tanganku segara merengkuh bahunya, dan membenamkan wajah itu dalam pelukku.
Aku tahu. Raut wajah itu tak lagi senada dengan kalimat tanya. Tak lagi menyisakan ceria. Berganti penyesalan diam-diam, dan berakhir dengan tangisan terdalam.
"Eh, kenapa anak gadis Ayah menangis?"
Tak ada jawaban. Hanya getar tubuh mungil itu semakin terasa. Pelukan itu erat mendekap leherku. Gadis kecilmu, berusaha meredam isak tangis yang tak mungkin mampu ditahan.
"Rindu Ibu?"
Kembali tak ada jawaban. Hanya anggukan kecil kurasakan di bahu. Bagiku, usapan pelam di kepala adalah cara terbaik mewakilkan rasaku.
***
Tak biasanya. Padahal azan subuh sudah sejak tadi berlalu. Tapi tak ada tanda-tanda atau bunyi pergerakan dari kamar sebelah. Aku bergegas menuju kamar tidur gadis kecilmu.
"Bangun, Nak! Subuh udah dari tadi!"
Mata itu perlahan terbuka. Seulas senyum tersaji untukku.
"Ayah mau ngopi?"