Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Slogan Tersesat di Jalan yang Lurus

14 September 2019   18:19 Diperbarui: 14 September 2019   18:20 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Idealnya, ruang publik berfungsi secara beradab. Dan dinamika politik beserta aneka retorika dalam slogan yang diapungkan politisi, adalah sebagai inisiasi kebudayaan bukan pamer atau transaksi kekuasaan.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Selalu Ada Momentum Bagi Sloganers!


Menyerang adalah pertahanan terbaik! Taktikal timnas "samba" Brasil era pele, dijadikan acuan. Mesti lincah menyigi celah di lini pertahanan. Ini, adalah kredo para Sloganer kekinian.

Tak peduli! Apakah menghembus nasi yang sudah basi. Memompa ban kereta api, ataupun menggantang asap ke dalam karung goni. Selalu ada ruang!

Pertemanan sebatas uji nyali tingkat permainan. jika nyali habis, perlawanan usai. Segera ditutup senyuman dan terburu bertukar salam.

Aih! Sloganers akan hadir bak bumbu dapur pada ragam masakan. Bisa menjelma menjadi sahang yang pedas, jahe yang panas atau keras bak lengkuas! Bisa juga seperti kunyit yang mampu mengubah warna.

Tapi, garam yang punya hak preogratif menentukan rasa. Apapun aneka bumbu yang digunakan. Begitu, kah? No! Sloganer tahu! Bukan garam yang menentukan rasa. Tapi "rasa" si penabur garam itu!

The Real Sloganer. Tak pernah hadir saat menciptakan momentum. Tapi, ia akan muncul untuk mengubah momentum. Umumnya, Sloganer masa kini, tak mampu berkarya! Tugasnya hanya menguji dan mengeja karya. Ahaaay...

Terus? Slogan atau Sloganer adalah bunga di taman publik. Akan melalui fase tumbuh, mekar, layu dan mati. Namun dampak yang dihadirkan, tidak sesederhana fase-fase itu.

Negara harus hadir dengan kekuasaan yang dimilikinya. Mengintervensi ruang publik secara etis untuk memelihara kedamaian dan ketentraman rakyat menjalankan nilai-nilai pilihannya. 

Bukan membiarkan manusia sesukanya memaknai kebebasan. Tapi menghormati manusia dengan inti kemanusiaannya. Yaitu kebebasan yang bertanggungjawab.

Semoga begitu, ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun