Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Just The Way I Am" [2]

10 September 2019   08:15 Diperbarui: 10 September 2019   08:16 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrated by pixabay.com

Hari itu minggu. Pukul sembilan pagi. Keluar dari rumah berjalan kaki. Kutelusuri jalan beraspal. Lalui Kantor Pos. Masuki kantor Telkom. Senyum operator Telkom menyambutku.

"Kemana, Bang?"

"Padang!"

"Oh! Interlokal, ya?"


Tersedia dua bilik kecil. Keduanya kosong. Bertulis "lokal" dan "interlokal". Kutuju bilik interlokal. Nada sambung terdengar. Agak lama. Hingga kudengar telpon diangkat.

"Hallo?"

"Salaam! Apa kabar, Bu?"

"Oh! Mamas Nunik? Kemana saja? Kenapa..."

"Masih di Curup! Ibu sehat?"

"Oh! Udah lama gak nelpon, kan? Cuma surat yang sering..."

"Haha..."

"Kadang ibu suka sedih. Lihat Nunik! Andai kamu..."

Tak mudah. Hentikan antusias seseorang. Begitupun aku. Tak kuasa, kuhentikan kalimat di ujung telpon. Deras aliran kisah ibu kost. Tentang keseharian dan kesibukanmu. Sesekali lakukan perbandingan. Dengan atau tanpa kehadiranku. Pilihanku hanya diam mendengarkan.

"Hallo?"

"Iya, Bu!"

"Eh, malah Ibu yang cerita!"

"Haha..."

"Mau ngobrol sama Nunik, kan?"

"Iya. Kalau boleh!"

"Anak kost pergi semua! Termasuk Nunik!"

"Oh!"

"Ada pesan? Atau nanti telpon lagi?"

"Iya. Makasih, Bu!"

Kututup telpon. Keluar dari bilik. Menuju operator Telkom. Kubayar sesuai angka yang tertera pada secarik kertas. Nominal bersisa hanya untuk sebatang rokok! Keluar dari kantor Telkom. Kembali kutelusuri jalan tadi. Pulang ke rumah.

Aku sedang mencuci baju. Saat Amak pulang dari pasar. Segera ke dapur. Satu ruang dengan tempat aku mencuci. Amak keluarkan bahan belanjaan. Aku tetap diam. Dan tahu, diam-diam Amak memandangku.

"Jadi nelpon?"

Itu Amak! Naluriah seorang ibu. Juga naluri perempuan. Menuntun rasa. Karena reaksiku saat itu.


"Hei! Amak..."

"Jadi, Mak!"

"Apa kabar Nunik?"

"Nik lagi keluar!"

"Lah jadi?"

"Ngobrol sama ibu Kost!"


Dapur hening. Kukira, Amak tak lagi minat bicara. Sibukkan diri memasak. Aku juga selesaikan cucian. Dapur sunyi. Sesekali ditingkahi gemericik, air bilasan cucian. Atau letupan minyak panas di penggorengan.


Saat kuangkat baskom untuk menjemur pakaian di lantai dua. Sekilas, suara Amak terdengar. Langkahku terhenti. Berbalik menatap wajah Amak.


"Amak bilang apa?"

"Nanti telpon lagi!"

"Gak!"

"Kenapa?'

"Besok aja!"

"Siapa tahu, Nunik pulang? Eh, duitmu habis?"

"Biarlah, Mak!"

"Kalau mau..."

"Besok tanggal dua lima, Mak! Gajian!"


Aku tersenyum. Amak anggukkan kepala. Aku bergegas tinggalkan Amak di dapur. Naik ke lantai dua. Menjemur pakaian.

Aku bohong. Jika tak kecewa pagi itu. Juga aku bohong. Jika tak akui. Saat itu, aku ingin bersamamu. Tapi sejak dulu, rasaku terlatih. Tak mesti dapatkan. Sesuai inginku.

zaldychan

getmarried | amanoftheworld | justforyou | thosethreewords | justhewayiam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun