Mohon tunggu...
Zainul Arifin
Zainul Arifin Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Semester 4

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memahami Subjek Pajak "Warisan Belum Terbagi"

12 Oktober 2025   14:45 Diperbarui: 12 Oktober 2025   14:45 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah tua yang dapat diwariskan (Sumber: freepik/freepik)

Pendahuluan

Istilah "warisan belum terbagi" kerap muncul dalam konteks perpajakan, terutama ketika ahli waris bermaksud melaporkan atau membalik nama harta peninggalan. Meski terkesan teknis, pemahaman yang keliru bisa berujung pada ketidakpatuhan atau malah membayar pajak dua kali. Artikel ini membahas secara populer tetapi tetap akurat mengenai konsep warisan belum terbagi sebagai subjek pajak dan seluk-beluk kewajiban perpajakannya.  Untuk kejelasan, seluruh referensi hukum yang dikutip berasal dari UndangUndang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) serta peraturan pelaksanaannya.

Apa itu Warisan Belum Terbagi?

Setiap orang yang meninggal dunia sering meninggalkan harta untuk ahli waris. Jika harta tersebut belum dibagi kepada para ahli waris, ia disebut warisan belum terbagi. Menurut Pasal 2 ayat (1) UU PPh, selain orang pribadi dan badan, "warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak" termasuk subjek pajak. Ketentuan ini penting karena pewaris sudah meninggal sehingga kewajiban perpajakan tidak dapat dikenakan kepada orang yang sudah wafat. Dengan menjadikan warisan belum terbagi sebagai subjek pajak, negara tetap dapat mengenakan pajak atas penghasilan yang timbul dari harta peninggalan tersebut.

Penjelasan Pasal 2 UU PPh menjelaskan maksud penunjukan ini. Warisan yang belum terbagi dipandang sebagai subjek pajak pengganti agar pengenaan pajak atas penghasilan dari harta warisan tetap bisa dilaksanakan. Artinya, warisan yang belum terbagi bertindak menggantikan ahli waris dalam menjalankan kewajiban perpajakan sampai harta tersebut dibagi.

Status subjek pajak warisan

Status subjek pajak warisan mengikuti status pewaris. Apabila pewaris merupakan subjek pajak dalam negeri, warisan belum terbagi diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri; jika pewaris adalah subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, maka warisan belum terbagi juga dapat menjadi subjek pajak pengganti. Sebaliknya, jika pewaris adalah subjek pajak luar negeri yang tidak memiliki usaha tetap di Indonesia, warisan belum terbagi tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti.

Kewajiban subjek pajak warisan belum terbagi dimulai pada saat pewaris meninggal dunia. Pasal 2A ayat (5) UU PPh menyatakan bahwa kewajiban subjektif warisan belum terbagi dimulai ketika warisan muncul (saat meninggalnya pewaris) dan berakhir ketika warisan selesai dibagi. Sejak saat itu, kewajiban pajak melekat pada warisan sebagai satu kesatuan. Setelah warisan dibagikan, kewajiban perpajakan beralih kepada para ahli waris sesuai porsi masingmasing.

Perbedaan antara Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Menjadi subjek pajak tidak otomatis berarti wajib membayar pajak. Seseorang atau entitas disebut subjek pajak karena ia berada dalam sistem perpajakan. Baru jika memenuhi syarat objektif (misalnya memperoleh penghasilan) barulah ia menjadi wajib pajak dan harus membayar pajak.

Hal yang sama berlaku untuk warisan belum terbagi. UU PPh menetapkan warisan belum terbagi sebagai subjek pajak. Namun, warisan tersebut baru menjadi wajib pajak warisan belum terbagi apabila harta peninggalan menghasilkan penghasilan (misalnya bunga deposito, sewa properti, atau keuntungan usaha). Artikel EnforceA menjelaskan bahwa warisan belum terbagi baru menjadi wajib pajak ketika menghasilkan pendapatan; jika warisan sudah dibagi kepada ahli waris, kewajiban pajak warisan tersebut berakhir.

Warisan Bukan Objek Pajak Penghasilan

Meski warisan belum terbagi digolongkan sebagai subjek pajak, harta warisan pada dasarnya bukan objek PPh. Pasal 4 ayat (3) huruf b UU PPh menyebutkan secara eksplisit bahwa warisan dikecualikan dari objek pajak penghasilan. Kecuali menghasilkan penghasilan baru (misalnya properti warisan disewakan), harta warisan itu sendiri tidak dikenai PPh.

Sebagai contoh, seorang ibu meninggal dunia dan meninggalkan rumah senilai Rp1 miliar untuk dua anaknya. Sepanjang rumah itu belum menghasilkan penghasilan (misalnya belum disewakan) dan tetap tercatat sebagai harta warisan, harta tersebut bukan objek pajak penghasilan. Namun, warisan tersebut tetap harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pewaris dan, jika warisan menghasilkan penghasilan seperti sewa, penghasilan itu dikenai pajak.

Kewajiban pelaporan dalam SPT

Walaupun warisan merupakan pengecualian dari objek PPh, harta warisan harus dilaporkan dalam SPT pewaris atau SPT warisan belum terbagi. Situs DDTC menjelaskan bahwa warisan belum terbagi harus dilaporkan oleh salah satu ahli waris, pelaksana wasiat, atau pengurus harta warisan. Jika harta warisan tersebut menghasilkan pendapatan (misalnya bunga tabungan, sewa tanah, atau laba usaha), penghasilan itulah yang menjadi objek pajak dan harus dilaporkan serta dibayar oleh subjek pajak warisan belum terbagi.

Pendaftaran NPWP untuk Warisan Belum Terbagi

Untuk dapat memenuhi kewajiban perpajakan, warisan belum terbagi harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tersendiri. Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak menjadi dasar pendaftaran NPWP warisan belum terbagi.

Artikel EnforceA menjelaskan bahwa kewajiban perpajakan atas warisan belum terbagi dilaksanakan oleh wakil yang terdiri dari salah satu ahli waris, pelaksana wasiat atau pengurus harta warisan. Wakil tersebut harus mendaftarkan warisan belum terbagi sebagai wajib pajak dengan mengajukan NPWP ke kantor pajak. Dokumen yang diperlukan antara lain:

  • Akta atau surat keterangan kematian pewaris;

  • Dokumen yang menunjukkan kedudukan sebagai wakil (Kartu NPWP ahli waris, pelaksana wasiat, atau pengurus harta warisan);

  • Fotokopi akta wasiat/surat wasiat atau dokumen sejenis;

  • Formulir pendaftaran NPWP warisan belum terbagi melalui aplikasi online yang diatur oleh PER04/PJ/2020.

Proses pengajuan NPWP dapat dilakukan secara elektronik melalui aplikasi registrasi Direktorat Jenderal Pajak. Setelah formulir dan dokumen diunggah, sistem akan menerbitkan Bukti Penerimaan Elektronik. NPWP warisan belum terbagi diterbitkan paling lambat 1 hari kerja dan dikirimkan ke alamat surel (email) yang dicantumkan.

Penghasilan dari Warisan Belum Terbagi

Penghasilan Bunga, Sewa, dan Usaha

Jika harta warisan menghasilkan penghasilan, misalnya dana deposito menimbulkan bunga atau properti disewakan, penghasilan tersebut dikenai PPh. Penjelasan UU PPh menyebutkan bahwa penunjukan warisan belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti bertujuan agar pengenaan pajak atas penghasilan dari warisan dapat terlaksana.

Dalam hal warisan belum terbagi memperoleh penghasilan, penghasilan tersebut dilaporkan menggunakan NPWP warisan belum terbagi. Setelah warisan dibagikan, kewajiban pajak berpindah kepada masingmasing ahli waris.

Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Warisan

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan warisan memiliki aturan khusus. Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2016 (PP 34/2016), penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan final. Artikel Expert Tax Consulting merangkum bahwa dalam PP 34/2016, Pasal 1 ayat (1) huruf a menetapkan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai objek PPh final. Ketentuan ini berlaku termasuk pengalihan melalui hibah, waris, atau cara lain.

Lebih lanjut, PP 34/2016 menetapkan tarif PPh final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan:

  • 2,5 % dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk tanah/bangunan biasa;

  • 1 % bagi rumah sederhana atau rumah susun sederhana.

Hal ini berarti bahwa ketika ahli waris hendak balik nama atas tanah dan/atau bangunan warisan, PPh final tetap terutang. Situs Expert Tax Consulting menjelaskan bahwa rumah atau tanah warisan dianggap menambah kekayaan ahli waris. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan warisan tetap dikenai PPh final saat balik nama meski warisan sendiri bukan objek PPh.

Namun, PPh final tersebut dapat dibebaskan apabila ahli waris mendapatkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Waris. SKB Waris diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak apabila syarat materiil dan formal terpenuhi, misalnya:

  1. Harta warisan (tanah/bangunan) sudah dilaporkan dengan lengkap dan benar dalam SPT pewaris;

  2. Pajak-pajak terutang atas harta tersebut telah dilunasi;

  3. Ahli waris melampirkan dokumen pendukung seperti akta kematian, surat keterangan waris, SPPT PBB terakhir, dan bukti hubungan keluarga.

Jika persyaratan tidak terpenuhi, status tanah/rumah warisan berpotensi menjadi objek pajak sehingga ahli waris harus membayar PPh final.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Selain PPh final, ahli waris juga harus memperhatikan pajak daerah seperti PBB dan BPHTB. Setiap tahun, harta berupa tanah dan/atau bangunan tetap dikenai Pajak Bumi dan Bangunan. Jika pewaris belum membayar PBB, kewajiban tersebut beralih kepada ahli waris atau pengurus warisan. Dalam praktiknya, Kantor Pajak sering meminta Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB sebagai salah satu syarat penerbitan SKB Waris.

Sementara itu, pada saat pengalihan hak, ahli waris juga harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) kepada pemerintah daerah. Besaran tarif dan batasan nilai tidak kena pajak (NPOPTKP) diatur oleh peraturan daerah masingmasing. Meskipun warisan pada dasarnya bukan objek pajak penghasilan, ketentuan BPHTB tetap berlaku karena pengalihan hak atas tanah/bangunan dianggap sebagai perolehan baru bagi ahli waris.

Tanggung Jawab Utang Pajak Pewaris

Warisan tidak hanya mencakup harta tetapi juga utang. Jika pewaris meninggalkan utang pajak, ahli waris wajib menyelesaikannya sebelum harta dibagi. Penunjukan warisan belum terbagi sebagai subjek pajak memastikan bahwa kewajiban pajak pewaris tidak lenyap begitu saja.

Pada praktiknya, otoritas pajak dapat menagih utang pajak pewaris melalui warisan. Bila warisan belum terbagi, penagihan dilakukan atas warisan sebagai satu kesatuan; bila warisan sudah dibagi, penagihan dilakukan kepada para ahli waris sesuai porsi masingmasing. Masingmasing ahli waris bertanggung jawab atas bagian utang sesuai bagian hak waris yang diterima. Hal ini sejalan dengan prinsip hukum waris dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPerdata) bahwa ahli waris menerima harta dan utang pewaris secara proporsional.

Kesimpulan

Warisan belum terbagi merupakan konsep penting dalam sistem perpajakan Indonesia. UndangUndang PPh memasukkannya sebagai subjek pajak pengganti agar penghasilan dari harta peninggalan tetap dikenai pajak. Kewajiban subjektif warisan muncul sejak pewaris meninggal dunia dan berakhir ketika harta warisan dibagikan.

Meskipun harta warisan bukan objek pajak penghasilan, warisan belum terbagi bisa menjadi wajib pajak apabila menghasilkan penghasilan. Untuk itu, wakil ahli waris wajib mendaftarkan NPWP warisan belum terbagi dan melaporkan penghasilan yang timbul.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan warisan dikenai PPh final sesuai PP 34/2016 dengan tarif 2,5 % atau 1 %, tetapi pembebasan dapat diperoleh melalui SKB Waris bila syarat terpenuhi. Selain itu, ahli waris tetap bertanggung jawab melunasi PBB, BPHTB, dan utang pajak pewaris sebelum menerima harta warisan.

Dengan memahami ketentuan ini, masyarakat dapat mengelola hak dan kewajiban perpajakan atas warisan secara lebih bijak, menghindari kesalahpahaman, serta memastikan proses pembagian warisan berjalan lancar dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun