Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memahami Tantangan Nyata Solusi Berbasis Alam di Perkotaan

9 Oktober 2025   03:00 Diperbarui: 28 September 2025   18:38 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman GBK, lokasi alternatif buat piknik selain Hutan Kota GBK, Jakarta Pusat(Kompas.com/Wasti Samaria Simangunsong)

Solusi berbasis alam lagi ramai dibicarakan. Bukan cuma di satu dua negara. Tapi hampir di mana-mana. Istilah kerennya Nature-Based Solutions.

Idenya sederhana saja. Manusia memanfaatkan proses alam untuk menyelesaikan persoalan lingkungan yang rumit.

Menurut IUCN, NbS berarti melindungi, mengelola, dan memulihkan ekosistem secara berkelanjutan agar memberi manfaat bagi manusia sekaligus keanekaragaman hayati (IUCN).

Dengan pendekatan ini, alam bukan lagi objek yang dieksploitasi. Ia diposisikan sebagai pemain utama yang ikut memulihkan lingkungan.

Contoh-contoh suksesnya bikin optimistis. Lihat Nagoya di Jepang, misalnya. Kota ini serius membangun infrastruktur hijau untuk melawan panas perkotaan ekstrem atau Urban Heat Island (Nikkei Asia, 2023).

Taman kota diperbanyak, koridor hijau disambung-sambungkan. Hasilnya, lingkungan jadi lebih sejuk dan terasa lebih layak huni.

Di Jerman ada cerita Isar-Plan di Munich. Alih-alih sekadar mengandalkan tanggul beton, aliran sungai diperlebar dan elemen alami seperti bebatuan. Kerikil, serta vegetasi riparian dihidupkan kembali.

Laporan lembaga terkait mencatat penurunan risiko banjir dan kembalinya keanekaragaman hayati, termasuk ikan asli dan serangga air (European Environment Agency, 2016).

Tetap saja, apakah praktiknya selalu semudah itu? Menganggap NbS sebagai jalan pintas jelas keliru.

Keberhasilan di Eropa belum tentu bisa ditiru begitu saja. Yang terjadi di Jepang belum tentu cocok untuk kota-kota di Indonesia.

Setiap tempat punya konteks sosial politik dan kondisi geografis yang berbeda. Jadi, wajar kalau kita perlu bersikap kritis, bukan hanya terpukau sisi manisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun