Indonesia pun perlu melangkah ke arah itu.
Dari Tari untuk Masa Depan Gajah Sumatera
Tari memang sudah pergi. Tetapi, kematiannya seharusnya tidak berlalu begitu saja. Ia adalah alarm keras bagi kita semua; pemerintah, LSM, dan masyarakat, bahwa konservasi gajah tidak cukup berhenti pada penyelamatan.
Diperlukan strategi berkelanjutan yang mengutamakan:
- Perlindungan habitat alami dari deforestasi dan perambahan.
- Rehabilitasi gajah yang pernah diselamatkan agar siap kembali ke hutan.
- Pelepasliaran ke habitat yang pulih, bukan sekadar pemeliharaan jangka panjang.
- Kesadaran publik bahwa satwa liar bukanlah tontonan, tetapi bagian dari ekosistem.
Tari mungkin hanya seekor gajah kecil, tetapi kisahnya telah menyentuh hati banyak orang. Ia bukan sekadar ikon konservasi, melainkan simbol pentingnya perubahan cara kita menjaga satwa.
Wildlife in Crisis
Kita sering menganggap satwa karismatik seperti gajah, harimau, dan orangutan akan selalu ada. Padahal, kenyataannya mereka berada di tepi jurang kepunahan. Tari telah pergi, tetapi pesannya tertinggal: tanpa hutan yang terjaga, tanpa strategi konservasi yang berbasis habitat, masa depan gajah sumatera akan terus terancam.
Kematian Tari adalah kehilangan, tapi juga momentum. Momentum untuk bertanya: apakah kita hanya akan berduka setiap kali seekor satwa ikonik mati, atau berani mengubah arah agar tragedi serupa tidak terulang?
Wildlife in crisis. Dan kita sedang berpacu dengan waktu. Salam Lestari! (Yy).
Rest in Love, Tari...Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI