Bapak juga selalu membeli koran dan buku TTS bergambar nona-nona cantik serta tak lupa membelikan saya majalah atau komik agar tidak bosan.
Pasar Besar menjadi tempat belajar diam-diam tentang hidup: tawar-menawar yang jujur, keramahan para pedagang, hingga nilai kesederhanaan dalam menikmati makanan rumahan. Di sela hiruk pikuk kota yang berubah cepat, pasar ini tetap menjadi tempat di mana waktu melambat dan memberi ruang untuk mengenang.
Ikon Kota yang Terluka dan Bangkit
Pasar Besar pernah mengalami masa duka saat beberapa kali mengalami bencana kebakaran. Dilansir dari Wikipedia tercatat:
- 1984: Kebakaran pertama yang tercatat dalam sejarah PBM.
- 1990: Kebakaran kedua yang melanda pasar.
- 2003: Kebakaran ini menghanguskan lantai dua dan tiga yang ditempati Matahari Department Store, namun tidak terlalu berdampak pada lantai bawah pasar tradisional
- 2014: Kebakaran kecil yang hanya melanda dua kios.
- 26 Mei 2016: Kebakaran besar yang melanda sebagian besar bagian tengah pasar.
Kebakaran hebat di tahun 2016 membuat suasana mencekam. Asap hitam, suara sirine, dan kepanikan pun viral dan menjadi berita utama. Namun, dari puing-puing itu, pasar ini kembali dibangun. Para pedagang perlahan kembali, bangunan direnovasi, dan semangat hidup yang sempat pudar dinyalakan lagi.
Hingga kini para pedagang tetap bertahan di tempat yang telah menjadi bagian hidup mereka selama puluhan tahun. Pasar tetap menjadi ruang sosial yang tak hanya sebagai tempat transaksi, melainkan tempat bersilaturahmi, berbagi kabar, dan menciptakan rasa aman di tengah kota yang terus bergerak.
Pasar Besar Malang tetap berdiri dengan menyimpan sisa-sisa masa lalu yang tidak terhapus. Revitalisasi menjadi pasar modern berpadu dengan nuansa klasik masih menjadi pembicaraan yang akan digodog dan dalam waktu cepat atau lambat akan dilaksanakan.
Warisan Budaya dan Identitas Kota
Pasar Besar adalah cerminan keberagaman. Di sana, kita bisa menemukan berbagai unsur budaya Jawa, Tionghoa, Madura, hingga Arab yang berpadu dalam interaksi sehari-hari. Di sekitar pasar juga berdiri tempat ibadah lintas agama yang menegaskan toleransi masyarakat Kota Malang sejak dahulu.
Dalam gambar peta lama era kolonial, kita bisa melihat struktur pasar yang terorganisir, berbentuk blok-blok besar dengan deretan toko yang membentuk jaringan komersial aktif. Pasar ini tidak hanya dihuni pedagang lokal, tetapi juga pedagang keturunan Tionghoa dan Arab yang memperkaya keberagaman jenis dagangan dan budaya pasar.