Selecta hari ini mungkin telah jadi milik semua orang, tapi ia tak kehilangan jati dirinya sebagai saksi bisu peralihan zaman, dari kolonialisme menuju kemerdekaan, dari eksklusivitas menuju kebersamaan.
Menjadi Milik SemuaÂ
Seiring bergulirnya waktu dan bergantinya kekuasaan, Selecta pun ikut mengalami perubahan nasib. Setelah masa kolonial berakhir dan Indonesia merdeka, tempat yang dulu hanya bisa dinikmati oleh kaum elite Eropa ini sempat terbengkalai. Beberapa bangunan mulai rusak, taman-tamannya tak lagi terurus, dan gaung Selecta perlahan meredup.
Namun, seperti alam pegunungan yang selalu tahu caranya menyembuhkan, Selecta tak benar-benar hilang. Ia hanya tertidur sebentar. Pada dekade 1950-an hingga 1970-an, tempat ini mulai dibangkitkan kembali oleh masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.Â
Bangunan direnovasi, taman dibuka untuk umum, dan perlahan-lahan Selecta berubah wajah, dari tempat peristirahatan eksklusif menjadi taman rekreasi keluarga.
Tak lagi ada batas-batas sosial seperti zaman kolonial dulu. Kini siapa pun bisa datang: petani dari lereng, anak-anak sekolah dari kota, ibu-ibu rombongan PKK, bahkan wisatawan dari luar negeri. Semua bisa duduk santai di bangku taman, menikmati udara sejuk Batu, dan membiarkan bunga-bunga berbicara dalam diam.
Selecta juga terus berbenah mengikuti zaman. Ada kolam renang, wahana permainan anak, hotel, kebun bunga warna-warni, dan berbagai fasilitas lain yang membuatnya tetap relevan bagi generasi masa kini.Â
Namun menariknya, ia tetap mempertahankan nuansa klasiknya, sentuhan kolonial di arsitektur bangunan, lorong-lorong taman bergaya Eropa tropis, dan suasana tenang yang jarang bisa ditemukan di tempat wisata masa kini yang serba cepat dan bising.