Kata-kata itu tertulis indah di secarik kertas yang diterima Fifin. Pikiran dan hati Fifin pun sejenak tertegun untuk memaknainya. Dalam hati kecilnya, Fifin kian penasaran akan maksud Adit. Tapi insting hatinya menuju asumsi para pejuang asmara. Kontan saja, Fifin langsung memotret tulisan di kertas yang tampak dibubuhi tanda tangan Adit.
"Maaf, Dit. Apa maksud dari tulisan yang kamu berikan tadi?" tulis Fifin di smartphone-nya yang dikirim ke nomor Adit.
Meski smartphone Adit sedang online, tetapi nampaknya Adit hanya membacanya saja tanpa memberikan jawaban. Chating Fifin tak dibalas Adit. Fifin pun tampak dongkol dan menyumpahi Adit. Bahkan dalam benaknya terbersit ingin menelpon. Tapi niat itu diurungkan dan akan menegur Adit langsung ketika esok pagi ketemu di sekolah.
Saat istirahat pertama, Adit pun bergegas menuju kantin. Setelah membeli sebotol air mineral, dirinya duduk di taman sekolah. Tak seberapa lama, tampak Fifin bersama kedua sahabatnya mendatangi Adit.
"Dit, kenapa chat ku tak kamu balas?" tegur Fifin dengan wajah kecut.
"Gak papa. Aku lagi pusing nyelesaikan tugas," jawab Adit nyantai.
"Oh, gitu. Yas sudah. Makasih atas tulisan kamu." celetuk Fifin langsung balik kanan dengan perasaan jengkel atas sikap Adit.
Adit pun hanya bisa tersenyum kecil melihat sikap Fifin dan kedua temannya. Tapi di saku Adit terlihat lipatan kertas yang sudah disiapkan dari rumah. Setelah dilihat keadaannya memungkinkan, Adit segera menuju tempat duduk Fifin dan kedua temannya.
"Maaf ya atas jawaban dan sikap ku. Tapi semua terjawab dikertas ini!" ucap Adit sembari menyerahkan selembar kertas pada Fifin.
"Apalagi ini, Dit?" tanya Fifin dengan nada marah.
"Tak perlu aku jelaskan sekarang. Semoga kamu bisa memahaminya!" jawab Adit sambil melangkah meninggalkan Fifin bersama kedua temannya yang lagi asyik menyimak video di smartphone mereka.