Mohon tunggu...
Yustisia Kristiana
Yustisia Kristiana Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Mendokumentasikan catatan perjalanan dalam bentuk tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena "Thrifting" dalam Mengakselerasi Wisata Belanja

31 Januari 2023   10:30 Diperbarui: 2 Februari 2023   18:25 1607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena thrifting atau membeli barang-barang bekas pakai yang masih layak untuk digunakan belakangan semakin populer dan menjangkau banyak kalangan. Ini dilakukan bukan hanya karena alasan rational spending namun dianggap salah satu bentuk partisipasi menjaga lingkungan dengan mengurangi limbah barang bekas.

Popularitas belanja barang bekas semakin meningkat. Munculnya isu-isu lingkungan seperti pembangunan berkelanjutan, ekonomi sirkular, dan perubahan iklim telah meningkatkan keinginan masyarakat untuk menggunakan kembali dan mendaur ulang barang-barang seperti pakaian, furnitur, barang-barang rumah tangga, dan sejenisnya.

Perkembangan ini telah memperluas perdagangan barang bekas dalam berbagai bentuk secara global. Toko barang bekas dan antik, pasar loak, butik barang antik, dan toko retro, adalah hal biasa di kota-kota besar di seluruh dunia.

Tren belanja ini semakin bergeser menjadi gaya hidup karena maraknya selebriti, tokoh publik, hingga pegiat media sosial (selebgram dan influencer) yang juga meminati aktivitas ini. Dampaknya cukup signifikan dalam memengaruhi para penggemar, pengikut di media sosial, hingga khalayak umum.

Barang yang dijual di toko barang bekas sangat bervariasi mulai dari barang yang tidak diinginkan yang ingin diberikan ke orang lain, benda yang tidak memiliki nilai sosial atau kebutuhan ekonomi hingga artefak antik yang bernilai tinggi (Appelgren & Bohlin 2014).

Mengutip dari Guiot dan Roux (2010), pasar barang bekas telah berkembang menjadi pasar yang signifikan dan menjadi tren yang membuatnya dapat diterima untuk dijual kembali dan didaur ulang. Belanja barang bekas terdiri dari "tidak membeli baru" (aspek produk) dan "tempat yang sering dikunjungi dengan karakteristik khusus" (aspek penjualan). Mereka mendefinisikan belanja barang bekas sebagai perolehan barang bekas melalui metode dan tempat yang umumnya berbeda dari produk baru.

Fenomena membeli barang bekas ini yang sekarang dikenal dengan thrifting.

Thrifting dan Wisata Belanja

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Uno, menyampaikan bahwa thrifting adalah tren yang masuk ke dalam kategori wisata belanja. Dengan pelarangan impor pakaian bekas dari luar negeri dari Kementerian Perdagangan, memunculkan peluang bagi para pelaku ekonomi kreatif lokal untuk membangun sentra penjualan barang bekas atau semacam pasar loak (flea market).

Bila melihat pasar loak dari segi pemasaran, pasar loak dikategorikan sebagai sistem pemasaran kelas dua, dimana pasar loak adalah bisnis yang sangat menarik untuk dipelajari terutama ketika muncul resesi ekonomi (Petrescu & Bhatli, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun