Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jeritan Hati Seorang Sopir #Angkot

9 Agustus 2025   18:33 Diperbarui: 10 Agustus 2025   12:30 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya lima menit sampai di Stasiun Tanah Abang. Penumpang turun satu per satu. Ada yang langsung pergi, mungkin "orang dalem". Lalu ada yang menyodorkan uang lima ribu. Namun, seorang bapak paruh baya menggerutu. "Lho, biasanya saya dapat kembalian. Apa sekarang lima ribu?"

Sopir tidak menjawab, dia kasih saja kembalian itu uang seribuan.

Saya turun mendekati gate stasiun di lantai dua sambil terbayang peristiwa selama naik angkot 08 tadi. Di balik setir, sang driver itu bukan hanya sopir angkot biasa. Ia adalah ayah yang memikirkan biaya sekolah anak, suami yang menenangkan istri, dan manusia yang setiap hari berperang dengan panas, macet, dan tatapan meremehkan dari pengendara lain. Banyak yang melihatnya hanya sebagai pengemudi berkulit gelap di mobil kotak bercat kusam. Mereka tak tahu, di balik kemudi itu ada hati yang terus menjerit.

Jadi inget dulu (atau masih ada ya?) sebuah judul FTV atau sinetron bertajuk "Jeritan Hati Seorang Istri". Tapi ini adalah kisah suami yang pekerjaannya sopir angkot. Andaikan dia sang sopir ini diberi kesempatan menjerit, mungkin akan keluar semua tangisan dan air mata, serta umpatan dan sumpah serapah. Jeritan hati seorang sopir angkot. Tapi ... tapi .... tapi dia tetap nyopir sambil merokok menyetel dangdutan di tape mobilnya lalu ngerjain penjual asongan di pinggir jalan.

Membayangkan besok pagi, si abang sopir itu menyalakan mesin lagi. Bahkan nanti sore sampai malam. Angkotnya akan terus melaju. Kadang pelan kadang perlahan, berhenti sana sini. Bisa juga cepat menembus hiruk pikuk Jakarta. Tampak di luar, semua orang kelihatan sibuk mengejar tujuan. Tapi di dalam kabin sempit itu, ia hanya berharap satu: bisa pulang membawa cukup uang, dan esok esoknya lagi masih punya tenaga untuk kembali berjuang.

Segitunya Bang elo nyari Rupiah. Batin saya gentian menjerit. Saya jadi bertekad: Usahakan untuk tidak berantem kata alias jangan debat ama sopir angkot. Kasihaaannnn ....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun