Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hati Perempuan (Bagian 3: Mereguk Sisa Cinta)

27 Februari 2020   08:52 Diperbarui: 27 Februari 2020   09:00 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khalisa memesan sop buntut sebagai menu utama buka puasanya. Dion memilih gulai kepala ikan yang kelihatan penuh bumbu dengan kuah kentalnya. Keduanya makan tanpa banyak bicara. Nampaknya memang benar-benar lapar. Suasana rumah makan yang lengang membuatnya bisa menikmati makanan tanpa gangguan.

Di luar lampu-lampu jalanan mulai menyala. Angkot hijau berseliweran tak henti menambah ramai suasana kota Bogor menjelang malam. Khalisa menarik tangan Dion menaiki angkot untuk kembali ke hotelnya. Setelah melewati tugu kujang  dan Kebun Raya tak lama lagi mereka pun sampai. Hotel bercat putih itu tegak di tengah keramaian kota

         "Aku sudah siap untuk mendengarkan apa yang akan kamu katakan," Khalisa menantangnya.

Dion menghindari tatapannya yang dirasakan sebagai pemaksaan. Sejenak ia ragu untuk mulai bicara. Menghadapi Khalisa saat ini amat beda dengan Khalisa yang dikenal sebelumnya. Entah apa yang telah mengubahnya. Tapi ia tak bisa menunda lagi. Sepahit apapun kenyataan itu harus diungkapkan agar Khalisa tak lagi berharap padanya.

         "Maafkan aku Lisa jika apa yang kukatakan nanti akan melukaimu," suaranya setengah berbisik. Berat rasanya harus mengatakan apa yang tersimpan di hatinya.

          "Sudahlah Dion nggak usah  ragu, katakan saja !" potong Khalisa tak sabar.

Dilihatnya lelaki itu bangkit dari duduknya lalu menghampiri Khalisa yang duduk di hadapannya. Tangannya yang kokoh terasa  sedikit memberati bahu namun tak lama karena ia rupanya menyadari ketidaknyamanan yang dirasakan Khalisa sesaat tadi.

         "Ibuku tidak menyetujui hubunganku denganmu," gumamnya dengan tatapan kosong ke dinding-dinding kamar. "Katanya jarak usia kita cukup jauh. Ibu takut kamu tidak lagi bisa mempunyai anak. Padahal Ibuku sangat menginginkan segera mempunyai cucu dariku sebagai anak sulungnya."

        "Sudah kuduga. Itulah alasan yang paling tepat untuk  melepaskan diri dariku," sahut Khalisa ringan. Tak peduli pada ekspresi wajah Dion yang berubah pias dan tertunduk.

         "Maafkan aku, Lisa, " ucapnya lagi seakan kata maaf tak pernah cukup untuk membenarkan semua tindakannya. "Aku tak ingin mengecewakan Ibuku. Sudah terlalu banyak kekecewaan yang dialaminya."

         "Aku bisa mengerti itu," suara Khalisa menahan tangis. Kenapa ia rela dipermainkan lelaki ini? Kekagumannya pada Dion memudar pelan-pelan. Teringat bagaimana ia telah menyerahkan dirinya dengan mudah. Ini sekedar epithymia bukan cinta yang sesungguhnya. Tapi ia lantas meragukannya ketika Dion menyodorkan sebuah pertanyaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun