Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hati Perempuan (Bagian 3: Mereguk Sisa Cinta)

27 Februari 2020   08:52 Diperbarui: 27 Februari 2020   09:00 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

        "Cobalah kamu pikirkan segi positifnya. Laki-laki ditakdirkan untuk menjadi pemimpin tapi kamu tak mau dipimpin. Seorang pemimpin bisa menggunakan segala cara untuk membuat yang dipimpinnya mau mengikuti aturannya. Kamu yang pada dasarnya tak mau diatur membutuhkan pemimpin yang sedikit otoriter. Untuk mengimbangi sikap otoriternya dia haruslah kaya. Uang dan kekuasaan kukira sanggup melunakkan hatimu, Kalau kamu kecewa pada sikapnya yang otoriter kamu bisa bersenang-senang dengan uangnya."

       "Celakanya kalau dia pelit. Aku bakal sengsara sepanjang hidupku," sambung Khalisa tak bersemangat.

Dion tersenyum mencoba memahami Khalisa. Suara lembut pendingin ruangan menyelinap ke gendang telinganya. Menyadarkan keberadaannya dengan perempuan yang dirindukannya. Tapi bagaimana kerinduan untuk menyatukan diri itu bisa mendapatkan sambutan sesuai harapan jika Khalisa kecewa pada sikapnya. 

Dengan susah payah ia meredam dorongan-dorongan epithymia. Bibir merah merekah dan mata yang sesekali mengerjap dengan binar penuh gairah benar-benar menguji keteguhannya sebagai lelaki baik. Lelaki yang tidak akan memperalat cinta untuk tujuan rendah pemuas hasrat seksual sesaat. Ia malu pernah dididik dan tinggal di pesantren lantas melanggar aturan agama demi nafsu rendah hewani. 

Meski Sigmund Freud mengkategorikan eros dalam wujud libido sebagai sesuatu yang konstruktif, ada rasa sesal kenapa dirinya bisa dengan mudah menyerah dikuasai nafsunya.

Hukuman bagi pezina sepertinya menurut Islam adalah dirajam sampai mati. Kenikmatan sesaat itu tak pernah diridhoi olehNya. Maka pernikahan adalah jalan untuk mengubah eros dan epithymia menjadi ibadah. Dion tak ingin membayangkan pernikahan dengan Khalisa. Sebetulnya ia tak pernah menginginkan keterikatan formal lewat legalitas pernikahan. 

Ia sendiri pun tak paham kenapa bisa seperti itu. Barangkali karena pernikahan dengan Anisa hanya meninggalkan luka. Pergulatan batin yang berkepanjangan akhirnya memang memisahkan mereka sebagai pasangan suami istri. Eros tak cukup mempertahankan legalitas hubungan mereka. Terjebak dalam legalitas selama tujuh tahun membuatnya harus berpikir lebih dalam sebelum memutuskan pernikahan lagi.

       "Lisa, kamu menemaniku tidur malam ini kan?"

       "Ya, aku akan bersamamu malam ini."

Tangan lelaki itu meraih tubuhnya. Khalisa membiarkan Dion mendekapnya erat dan lama. Hangat nafasnya  menjalar hingga ke pipi Khalisa. Menderu menunggu peresapan yang dalam. Keduanya menyatu dalam ciuman yang memabukkan. Hangat dan basah melingkupi daerah sekitar bibir. Penyatuan yang terus meningkat intensitasnya hingga keduanya tak lagi ingat bumi mana yang dipijak.  

Saat-saat ekstasi yang lama dirindukannya membawanya melayang meninggalkan raga yang tak lagi menjadi bagian utama permainan.  Tapi kenapa Dion kehilangan gairahnya lagi? Ia harus menghentikan separuh permainan dengan sisa-sisa nafas yang masih memburu. Khalisa meraih kepalanya. Membenamkan ke dadanya sambil mengusap-usap kepala Dion.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun