Itu kemarin.
Pagi ini, ketika aku mendengar ia meneriakkan nama terkutuk tadi, kaki kiriku bahkan belum sepenuhnya menyentuh halaman depan sekolah.
Aku menatap kearahnya. Ia bergerombol dengan teman-temannya yang tergelak-gelak dengan nada mengejek.
Sekuat tenaga kutahan emosiku yang hampir meledak.
Beberapa langkah lagi aku akan melewati mereka.
Aku gemetar. Dadaku bergemuruh. Antara takut dan marah, susah dijelaskan.
Aku mencoba mengatur nafas sembari berdoa.
Breath in. Breath out.
Terngiang nasehat papa yang singkat, padat dan jelas : "Dont feed their joy. Hold yourself. Head up. Ignore!"
Aku menegakkan tubuhku, menatap lurus ke depan dan melangkah melewati dia dan gerombolannya yang sedang riuh bergelak.
Srat...sret....srat...sret....