Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kalau Jokowi atau Prabowo Menjadi Presiden RI, Lalu Mau Apa?

27 Juni 2019   18:45 Diperbarui: 27 Juni 2019   19:07 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://kabar24.bisnis.com

Sebentar lagi keputusan MK terhadap sengketa Pilpres akan diketahui. Menurut mantan Ketua MK, Mahfud MD, keputusan itu hanya tiga kemungkinan. Satu, menerima permohonan pemohon; Dua menolak eksepsi terhadap termohon dan pihak terkait; dan tiga, mengabulkan atau menolak permohonan pemohon.

Bila dikabulkan, berarti Paslon 02, Prabowo-Sandi menang, lalu menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024. Jika sebaliknya, kalah, maka Jokowi-Ma'ruf Amin yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada periode itu.

Dalam suatu sengketa, hal tersebut sudah biasa. Putusan hakim di setiap sengketa memang begitu. Pasti ada yang menang dan kalah. Tidak mungkin seri berbagi angka seperti di pertandingan olah raga.

Itu artinya kedua Paslon dan para pendukung semestinya tak perlu neko-neko. Tak perlu ribut, apalagi bikin demo atas nama agama. Atau bikin jihad bila Paslon yang didukung dinyatakan tidak menang. Itu tidak relevan. Tidak bermanfaat. Buang-buang tenaga dan memboroskan waktu.

Yang menjadi soal sebenarnya, kalau misalnya menang kemudian ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, lalu mau apa? Apakah masalah bangsa dan negara sudah selesai? Tentu saja tidak. Masalah yang ada tetap merupakan masalah yang harus diatasi.

Selama masa kampanye, kedua Paslon memang sudah mengemukakan apa saja yang hendak dikerjakan bila terpilih. Namun, apa yang dikemukakan itu masih bersifat umum. Janji-janji melakukan ini atau itu tidak dengan sendirinya terjadi. Masih harus ditetapkan menjadi program pemerintah untuk dijalankan melalui penetapan undang-undang oleh DPR.

Itulah semestinya yang perlu dipelototi oleh publik. Baik melalui lembaga, organisasi, maupun tuntutan para pendemo dalam orasi-orasi. Terus mengumbar tuduhan kecurangan dalam orasi yang tak terbukti dalam persidangan hanyalah buang-buang tenaga dan membosokan waktu.

Pelajaran yang dipetik

Namun, apa yang terjadi saat ini tidak melulu buruk. Pelajaran yang dapat dipetik dari padanya banyak.

Pertama, siapa pun yang nantinya keluar sebagai pemenang perlu sadar bahwa masyarakat kita ternyata belum sepenuhnya memahami makna dan konsekuensi negara hukum. Masih ada sebagian yang mencampur-aduk kebenaran dugaan, tuduhan, dengan kebenaran hukum. Ketika dugaan tidak bisa dibuktikan di depan pengadilan, masih ada yang tidak rela menerimanya sebagai konsekuensi mutlak bagi sebuah negara hukum.

Pemahaman ini diperlukan dalam upaya memantapkan penegakan hukum seperti dijanjikan oleh kedua Paslon pada saat kampanye. Bagaimana cara menerjemahkannya dalam bentuk program pemerintah bisa saja dipikirkan bersama para ahli hukum dan ahli pendidikan.

Mungkin saja periode lima tahun belum cukup, bahkan sampai generasi yang ada ini berganti. Namun, dengan adanya tekad dan keseriusan membangun hukum selama lima tahun, maka dasar-dasar yang kuat untuk dilanjutkan oleh pemimpin berikutnya diyakini bisa dikonstruksi.

Kedua, perlu disadari bahwa untuk mewujudkan apa yang dijanjikan saat kampanye oleh kedua Paslon di bidang apa pun, yang juga merupakan harapan masyarakat, mustahil terwujud tanpa dukungan nyata dari semua pihak.

Apa yang ditetapkan DPR sebagai program pemerintah untuk lima tahun ke depan, itulah yang perlu diperjuangkan bersama. Baik oleh individu maupun kelompok-kelompok, organisasi, lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat.

Jangan sampai DPR menetapkan program, tapi ketika dilaksanakan, anggota DPR juga yang terus menerus mencecar, bahkan menghakimi sebagai program yang salah. Jangan sampai anggota DPR menjadi provokator yang  membangun opini sesat di tengah-tengah masyarakat. Sebab, kemajuan bangsa mustahil dicapai hanya dengan orasi, membangun opini.

Ketiga, semua pihak perlu sadar bahwa Pilpres bukanlah tujuan yang harus diperjuangkan mati-matian. Pilpres hanyalah alat untuk mencari dan menemukan individu, pemimpin, yang memiliki kapasitas dan tekad yang kuat untuk membangun kepentingan bangsa dan negara.

Ini artinya, kepentingan pribadi, kelompok atau organisasi tertentu bukanlah ukuran. Ukuran satu-satunya adalah kepentingan bersama sebagai bangsa dan negara. Bahwa pimpinan tersebut berasal dari suatu organisasi politik misalnya tidak berarti bahwa diri dan kepemimpinannya hanya mengacu pada kepentingan organisasi asalnya. Tampaknya pribadi seperti inilah yang disebut negarawan.

Presiden dan Wakil Presiden seperti itu tentu saja bukan manusia super juga. Mereka adalah manusia biasa seperti kita. Mustahil bisa bekerja sendiri. Mereka pasti butuh dukungan dari semua pihak berdasarkan kapasitas masing-masing.

Inilah sebetulnya yang menjadi tantangan bagi anggota masyarakat. Mau apa dan bisanya apa, boleh dikemukakan. Mau berkontribusi menyusun anggota kabinet pun dimungkinkan. Berikanlah informasi yang benar tentang individu-individu yang berkualifikasi dan berintegritas. Bisa dengan menulis menulis kesaksian tentang pekerjaan dan kepribadian yang bersangkutan atau cara lain.

Mau berkontribusi gagasan, usul, alternatif program, sampai pada hal-hal teknis sekalipun bisa juga. Kemukakanlah hal itu melalui jalur yang sesuai. Sekedar mengeritik juga boleh. Mungkin dengan menulis di media atau menyampaikannya melalui lembaga formal.

Tampaknya, hal-hal seperti itulah yang perlu ketimbang memboroskan tenaga, waktu, dan pikiran untuk sekedar teriak-teriak. Mendukung yang terpilih dan turut mengontrolnya selama kepemimpinanya lima tahun ke depan jauh lebih bermakna daripada orasi-orasi dengan memosisikan diri seolah-olah ditindas, dipinggirkan. Atau orasi-orasi bernada menghasut dan memecah belah bangsa. 

Tanpa berkontribusi dan hanya orasi, bagaimana anda menjawab pertanyaan: "Kalau Jokowi atau Prabowo menjadi Presiden RI, lalu mau apa?" ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun