Bagian I: Bulan Merah Putih yang Membiru
Agustus selalu datang dengan romantisme. Bendera merah putih berkibar di setiap jalan, anak-anak berlari sambil membawa balon, dan ibu-ibu sibuk menyiapkan lomba tujuh belasan. Namun tahun ini, suasana berbeda. Ada hawa tegang di udara, ada kegelisahan di wajah rakyat.
Agustus 2025 bukan sekadar bulan perayaan, melainkan bulan ujian. Rakyat yang sudah lama menahan sabar akhirnya kehilangan kendali. Perayaan kemerdekaan justru berubah menjadi momentum mempertanyakan makna kemerdekaan itu sendiri.
Apakah kemerdekaan hanya milik elit yang hidup bergelimang fasilitas? Ataukah milik seluruh rakyat yang kini tercekik harga kebutuhan pokok, pajak, dan represi?
---
Bagian II: Api yang Menyala dari Pati
13 Agustus, Pati menjadi titik awal gejolak. Rakyat kecil, para petani, pedagang, dan buruh, turun ke jalan. Mereka tidak menuntut banyak, hanya menolak kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB-P2) yang melonjak hingga 250%.
Bayangkan seorang petani dengan sawah kecil, yang hasil panennya bahkan tak cukup untuk menyekolahkan anak. Tiba-tiba ia mendapat tagihan pajak yang tak masuk akal. Apa yang bisa ia lakukan selain marah?
Namun pemerintah daerah seolah tuli. Mereka lebih cepat mengerahkan polisi dan aparat ketimbang membuka pintu dialog. Jalanan Pati dipenuhi gas air mata. Teriakan rakyat dibalas dengan pentungan.
Hari itu, rakyat sadar: pemerintah lebih takut pada protes rakyat kecil ketimbang pada keserakahan elit.