Melewati dua sampai tiga bulan tanpa pekerjaan, saya bisa melaluinya dengan baik. Maksudnya adalah kondisi mental saya belum terganggu dan masih bisa menjalani kehidupan dengan baik.
Barulah pada memasuki pertengahan bulan keempat hingga kesembilan, kondisi mental saya mulai terganggu.
Perasaan galau karena belum move on dari sang mantan kekasih masih menghantui pikiran, rasa kesal, kecewa, dan marah ke Tuhan secara naik turun juga tak pernah berhenti karena saya sulit mendapat pekerjaan.
Sejumlah perusahaan tempat saya lamar juga masih dalam kondisi yang labil untuk menerima karyawan baru atau tidak, karena lagi-lagi alasan Covid-19.
Namun yang membuat saya kecewa dan kesal adalah jika memang banyak perusahaan yang tidak menerima karyawan baru karena alasan Covid-19, bagaimana bisa teman-teman saya yang lain masih ada yang beruntung mendapatkan pekerjaan?
Lebih kesalnya lagi saat mengetahui mereka sudah mengganti pekerjaan sebanyak dua hingga tiga di perusahaan yang berbeda.
Kondisi ini semakin membuat saya tak karuan, terlebih usia orangtua saya juga yang sudah lebih dari 70 tahun membuat saya sebagai anak jelas merasa gagal.
Stress? Frustasi? Sudah pasti, karena mau mencari hiburan kemana-mana juga tidak bisa karena Covid-19 yang semakin merajalela membuat sejumlah tempat wisata, bahkan mall sekalipun menjadi ditutup dan juga sepi.
Karena Pandemi Covid-19, berbagai jalanan juga harus ditutup karena lockdown sesuau aturan wilayah masing-masing.
Jelas hal ini pada akhirnya membuat hiburan saya hanya di rumah aja, yang tentunya harus berjuang juga melawan rasa malas, bosan, jenuh, dan kesal yang terus mengganggu pikiran.
Foto utama pada artikel ini pun sudah cukup menjelaskan, jika saya butuh sekali liburan ke pantai untuk refreshing, namun tidak bisa dilakukan dengan alasan yang sudah jelas.