Fiksi Mini: Senja di Ujung Gang
oleh Yoga Prasetya
Azan Magrib bagai simfoni yang memecah keheningan gang sempit. Perutku bergemuruh, sebuah orkestra kelaparan yang memainkan melodi tak sabar. Di ujung gang, warung Bu Minah mengepulkan asap, aroma kolak pisang dan gorengan menyeruak, menusuk hidung, dan menggelitik air liur.
"Semangkok kolak pisang, Bu, sama tahu isi tiga," ucapku, suaraku serak, kering kerontang.
Bu Minah, dengan senyum merekah, menyajikan pesananku. Tangannya yang keriput, sebuah peta kehidupan, cekatan menata hidangan. Aku melahapnya dengan rakus, bagai serigala lapar yang menemukan mangsa.
Di meja sebelah, seorang pria berpeci putih menatapku dengan tatapan aneh. Matanya yang tajam, bak elang mengawasi mangsa, seolah menelanjangiku. Aku merasa risih, seperti seekor tikus yang terjebak dalam kandang singa.
"Kamu yakin puasamu sah?" tanyanya tiba-tiba, suaranya berat, menggelegar seperti petir di siang bolong.
Aku terkejut, hampir tersedak tahu isi. "Maksud Bapak?"
"Kamu makan dengan lahap, seperti orang yang tidak berpuasa," ujarnya, tatapannya semakin menusuk.
Aku menelan ludah, berusaha menjelaskan. "Saya... memang berpuasa, Pak. Hanya saja, saya..."
"Hanya saja apa?" potongnya, suaranya meninggi.