Mohon tunggu...
YM. Lapu
YM. Lapu Mohon Tunggu... Puisi, Merangkai Rasa Memeluk Jiwa

Kata-Kata Tumpah Dari Kepalaku Berceceran Dan Luber Kemana-Mana Berserakan,Kemudian menjadi kepingan di sudut ruang (yml)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Trilogi Puisi : Hujan Yang Engan Pulang

10 April 2025   01:18 Diperbarui: 10 April 2025   01:18 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau berjalan melewatiku
seperti angin yang pernah jadi badai,
yang kini hanya sepoi tak bernama
menyentuh pipiku, lalu lenyap tak pamit.

Ada getar tak terucap
di balik mata yang pura-pura lupa,
padahal setiap kedip
adalah pengakuan yang tertahan.

Kau genggam tangan lain
dan aku menggenggam masa depan yang bukan kamu.
Tapi di dasar jiwa,
kita tahu: kita pernah saling memilih
sebelum akhirnya saling merelakan.

Aku tak menyapamu,
karena kata-kata bisa jadi bencana
untuk luka yang sudah kita tata rapi
dalam laci yang tak pernah kita buka.

Tapi aku tahu...
kau masih ingat hujan sore itu,
seperti aku mengingat caramu
tertawa di antara patahku.

Kita kini seperti puing
yang saling tahu bentuk utuhnya,
tapi pura-pura tak pernah menjadi rumah
bagi satu sama lain.

Dan begitulah kita,
tak lagi kekasih,
tak lagi sahabat,
hanya dua kenangan yang lewat
tanpa saling menabrak pandang.

Kita Tak Pernah Selesai

Aku melihatmu
di keramaian yang tak meminta penjelasan.
Langkahmu tenang,
tapi aku tahu---itu cara paling anggunmu
menyembunyikan gemuruh yang kupahami.

Aku hampir menyapa,
hampir memanggil nama
yang dulu jadi doaku sebelum tidur.
Tapi lidahku membatu,
karena tak ada tempat
untuk masa lalu di antara janji-janji baru.

Kau menggenggam tangannya
seperti pernah menggenggam tanganku,
penuh percaya---penuh harapan.
Dan aku tak berhak
merusak bangunan yang tak lagi ada aku di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun