Maka guna mematuhi dresscode, ada orangtua yang beli kebaya baru, pinjam tetangga, menyewa, sampai memodifikasi baju lama jadi atasan berbentuk kebaya dan beskap.
Kebaya dan beskap untuk siswa-siswi tidak ada masalah sudah jadi seragam yang dipakai tiap Kamis dan tanggal 22.
Sebenarnya beban yang dipikul orangtua berkaitan dengan penyelenggaraan pameran dan berbaju adat ini sangat dimaklumi.
Ini kali pertama mereka dilibatkan secara penuh dan utuh dalam proyek sekolah, apalagi yang berbasis budaya lokal. Guru dan siswa juga belum terbiasa dengan pelajaran berbasis proyek seperti di negara-negara maju.
Orangtua dan Persepsi Merdeka Belajar
Sebelum digelarnya pameran P5, pengurus paguyuban kelas diundang untuk sosialisasi Implementasi Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar ketika anak-anak mereka memasuki tahun ajaran 2022/2023.
Paguyuban kelas kemudian meneruskannya ke orangtua/wali di kelas masing-masing.
Namun, entah informasinya kurang jelas, kurikulumnya yang njelimet, atau orangtua yang tidak mau mencari tahu, masih banyak yang belum mengerti soal IKM.
Apa yang mereka tahu cuma sebatas, "Oh, berarti anak saya merdeka dari belajar Matematika karena dia lebih berbakat di seni." Pun ada siswa yang tidak ingin belajar bulu tangkis karena lebih menyukai futsal.
Pada awal sosialiasi Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), seorang guru pernah bertanya pada pemberi materi IKM, apakah kalau ada yang minta pelajaran renang, itu termasuk dalam merdeka belajar atau tidak.Â
Jawabannya tentu saja tidak. Merdeka belajar bukan berarti merdeka dari belajar yang tidak disukai atau hanya mempelajari yang disukai. Merdeka disini artinya guru dan siswa merdeka mengeksplorasi kegiatan belajar-mengajar yang paling sesuai dengan karakter dan minat siswa serta kebiasaan sekolah.
Implementasi ini berbeda dengan di kampus di mana mahasiswa diberikan hak selama 3 semester untuk belajar di luar prodi (program studi) melalui program Kampus Merdeka.