Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] You Are (Not) My Destiny [16]

10 Januari 2021   12:32 Diperbarui: 10 Januari 2021   12:50 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

  • Yook Sungjae -- From Winter
  • Plastic -- Gangnam Exit 4
  • THE BOYZ -- Good Bye
  • MXM -- Good Day
  • MONSTA X - Gravity
  • Im Hanbyul -- Heejae
  • Chunji & Eunha -- Hold Your Hand
  • BLACKPINK -- Hope Not
  • SEVENTEEN - Hug
  • MONSTA X -- I Do Love You

HWAN EUNYUL'S POV

"Maafkan aku Dongsun."

Aku menyesal sekali. Harusnya liburan musim panas yang hanya dua minggu ini bisa kumanfaatkan dengan berkencan dengan Dongsun, tapi kenyataannya, di hari pertama liburan, aku malah kembali ke kampus. Ada perencanaan pembelajaran yang harus aku selesaikan secepatnya karena Kang Gyosunim sudah menunggu laporan itu. Aku lupa bahwa deadline-nya adalah hari Kamis kemarin dan aku merasa tidak enak kalau aku harus meminta perpanjangan waktu lagi.

"Tak apa-apa noona, lagipula liburan masih cukup panjang," kudengar suara Dongsun dari ponselku.

"Ya, aku akan berusaha selesaikan hari ini jadi kita bisa bersama besok."

Aku berjalan memasuki areal kampus yang sepi setelah menyapa para satpam yang berjaga. Sekilas, jauh di belakang sana, aku mendengar teriakan.

"Apa itu? Apa yang terjadi?"

"Oh, jangan khawatir. Itu Cuma Donghyun dan Chungdae yang sedang battle game."

Aku tertawa, "bisakah mereka bersikap layaknya mahasiswa?"

Aku menekan angka 7 pada lift yang akan membawaku ke ruangan dosen.

"Aku yakin mereka sudah berhenti tumbuh sejak mereka masuk SMA. Ya, secara fisik mereka memang tampak seperti mahasiswa, tapi secara sifat, mereka hanya anak SMP."

"Ini miris, tapi aku sepakat."

Kami tertawa bersama.

"Aku sudah sampai, kalau begitu aku akan bekerja dulu."

Aku memasuki ruangan dosen yang sepi dan menyalakan lampunya.

"Selamat bekerja, noona. Kurasa aku akan menengahi mereka."

"Atau kau akan bersikap sama seperti mereka juga kalau kau main dengan mereka."

Dongsun tertawa lagi dan aku senang sekali mendengarnya, "yakinlah, noona, aku... mungkin akan sama seperti mereka."

"Nikmati waktu bersantaimu. Aku akan menghubungimu nanti."

"Baik, noona, sampai jumpa!"

"Eunyul?"

Aku nyaris menjatuhkan ponselku saat menyadari ternyata ruangan dosen tidak kosong. Pantas saja tadi pintunya tidak dikunci, tapi hanya lampunya saja yang tadi tidak dinyalakan. Hyunbin oppa duduk di pojokan ruangan.

"Oh, Hyunbin-ssi?"

"Aku terkejut karena kau datang juga. Apakah kau akan lembur?"

"Ya, aku harus membuat laporan untuk Kang Gyosunim."

Aku duduk di mejaku di tengah ruangan. Aduh, tak enak sekali keadaan ini. Kenapa aku harus berduaan saja dengannya di saat seperti ini? Untung tempat kami duduk cukup berjauhan. Aku meletakkan tasku dan menata mejaku. Posisi duduk ini juga cukup menguntungkanku karena aku membelakanginya.

"Tapi kurasa Hyunbin-ssi tidak dikejar laporan sepertiku kan?"

Aku mendengarnya tertawa.

"Tidak. Aku hanya tak terbiasa bersantai. Tak ada yang bisa kulakukan di rumah, jadi aku datang kesini saja untuk bekerja."

Aku menoleh padanya. "wah, benar-benar seorang workaholic."

"Aku tidak pernah berubah, kan?"

Aku tidak tau apa maksud pertanyaannya jadi aku memilih berdeham dan mulai menyalakan laptopku. Setelah diperiksa oleh Hyeil waktu itu, laptopku jadi sangat sehat. Aku tak tau apa yang dilakukannya, tapi aku tak perlu membayar apapun dan mendadak aku seperti punya laptop baru. Lagi-lagi aku larut pada pekerjaanku dan aku kaget sekali ketika suara Hyunbin oppa menembus konsentrasiku.

"...Eunyul? Hwan Eunyul?"

"Oh ya? Ya, ada apa?"

Aku menoleh padanya dan wajahnya tampak keheranan, "aku sudah memanggilmu beberapa kali lho."

"Oh maaf, ada apa?"

"Ini sudah jam lima. Apakah kau ingin makan malam? Aku akan memesan ramyeon."

"Aku tidak lapar."

Hyunbin oppa memandangiku dengan tatapan skeptic.

"Kau masih seperti itu ya?"

"Apa?"

"Melupakan makan kalau kau sedang sibuk?"

"Aku... yah..."

"Aku pesankan makanan. Bagaimana dengan minumannya? Teh? Jus?"

"Baiklah, jus apel."

"Ramyeon pedas ya?"

"Ya, selalu."

Tak lama kemudian aku kembali sibuk bekerja dengan laporanku dan lagi-lagi aku nyaris tidak mendengar Hyunbin oppa sudah keluar dari ruangan dan ponselku bergetar hebat. Rupanya Dongsun meneleponku.

"Noona, apakah kau masih di kampus?"

"Ah ya Dongsun... aku benar-benar ingin menyelesaikannya hari ini."

"Jangan lupa makan malam. Ingin kupesankan sesuatu?"

"Aku akan makan ramyeon."

"Baiklah. Noona ingin kujemput?"

"Tak apa, Dongsun, aku bisa pulang sendiri. Lebih baik kau simpan tenagamu untuk menjaga kedua saudaramu itu."

"Ya, tapi ketika pulang, kabari aku ya noona."

"Aku janji."

"Ramyeon kita datang."

Hyunbin oppa kembali dengan kantong besar dan dia duduk di meja kosong untuk mengatur makanannya. Mau tak mau aku harus duduk di dekatnya sekarang, aku juga tak mau mengambil resiko ada bekas ramyeon di laptop dan mejaku. Aku duduk berseberangan dengannya. Bau ramyeon akhirnya menggugah seleraku juga. Rupanya aku lapar.

"Selamat makan. Terima kasih traktirannya."

"Bagaimana kalau lain kali kau yang akan traktir aku?"

"Hmm... baiklah. Mungkin dengan menu dari kafetaria kita."

"Aku akan pesan yang banyak."

Kami tertawa sejenak sebelum kembali sibuk dengan makan malam kami.

"Kau tak banyak berubah, Hwan Eunyul. Misalnya saja, kau masih suka dengan makanan pedas."

"Ini kebiasaanku yang tak akan bisa berubah, sepertinya."

"Dan kau masih tetap cantik. Tidak, kau semakin cantik."

Aku memandang lurus ke matanya. Apa yang ingin dikatakannya setelah ini? Mengapa dia terus mengajakku bernostalgia?

"Sebenarnya aku merindukanmu. Aku tak tau bagaimana mencarimu karena kau sudah mengganti semua kontakmu," ucap Hyunbin oppa perlahan, "tidakkah menurutmu kita berjodoh, karena kita bertemu lagi?"

"Tidak," ujarku sambil memandang ramyeonku yang berwarna merah karena banyak cabainya, "menurutku ini semua kebetulan."

"Kau... masih tidak bisa memaafkan aku?"

Aku berusaha menekan kemarahan yang mendadak melonjak dalam benakku dan membuat perutku merasa tak nyaman. Aku makan ramyeon itu sesuap namun pikiranku disedot oleh dimensi waktu, kembali ke beberapa tahun yang lalu ketika aku terbang ke Inggris untuk memastikan situasi dengan mata kepalaku sendiri.

Aku tidak tau bagaimana aku benar-benar mengikuti saran Gari untuk berada disini, di London, saat ini. Jujur aku sangat jarang bepergian ke luar negri, jumlahnya bisa dihitung dengan jari, tapi mendadak saja ada cap dari Negara hebat ini di pasporku. Semua biaya keberangkatanku ditanggung Han Gari, temanku yang kaya raya itu. Dia bahkan membiarkanku menginap di apartemennya selama rencananya aku disini untuk 10 hari ke depan. Sesuai rencana, aku tidak memberitau pacarku Hyunbin bahwa aku ada di London. Di hari kedua aku di London, Gari membawaku ke kampusnya dan aku iri sekali, kampusnya terlihat sangat keren dan kuno pada saat yang bersamaan. Gari menggandeng lenganku erat seakan takut aku menghilang begitu saja.

"Aku tak tau Hyunbin-ssi dimana sekarang, tapi aku mengerahkan beberapa kenalanku kalau-kalau mereka melihat dia sekarang. Kampus ini terlalu luas untuk kita jelajahi bersama."

"Tapi apakah mungkin Hyunbin oppa bersama gadis itu? Bagaimana kalau tidak? Bagaimana kalau semua itu salah?"

"Begini deh, kurasa kau tanya saja langsung padanya sambil menunjukkan foto itu," saran Gari masih melihat ke sekitarnya sambil sesekali melirik ponsel yang dipegangnya dengan tangannya yang bebas.

"Bukankah itu kesannya aku menuduhnya?"

"Hwan Eunyul, kukira kau pintar. Kau mau dibohongi oleh dia, begitu?"

Sambil berkacak pinggang di hadapanku, Gari terlihat sangat resah. Baru saja aku akan membalas ucapannya, ponselnya berdering dan dengan satu tangan direntangkan di depan wajahku, tangannya yang lain menyambut panggilan itu.

"Hello Ian. Yes, that's right. In front of the library? Oh really? Okay we'll go there. Thanks for the information."

Gari lalu menggandeng lenganku lagi.

"Ayo kita ke perpustakaan, kata Ian dia melihat Hyunbin-ssi disana," ujarnya sambil setengah menyeretku.

Jujur aku memang terkadang tidak bisa tidur nyenyak setelah aku melihat foto yang dikirimkan Gari untukku. Aku tak ingin mempercayai apa yang kulihat sebelum aku melihatnya sendiri. Hyunbin oppa sosok yang penyayang. Kami kenal sejak aku masuk SMA dan kami bertemu di acara reuni yang diadakan di sekolah. Hyunbin oppa waktu itu baru saja lulus dua tahun dari SMA. Sejak saat itu dia sering menghubungiku, sering datang ke sekolah, bahkan dia menjadi tutor untukku secara gratis. Akhirnya hubungan kami meningkat pada tahun terakhirku di SMA. Namun sayangnya setelah satu tahun setengah hubungan kami berjalan dengan stabil, dia lulus kuliah dan mengambil program pasca sarjana dengan menerima beasiswa. Tapi kami masih tetap berhubungan baik meskipun terkadang tidak bisa sering bertatap muka dengan video chat. Aku percaya padanya, dia tidak mungkin mengkhianatiku.

"Itu dia kan?"

Namun aku harus meralat apa yang barusan kupikirkan. Seorang gadis berambut pirang bergelanyut manja ke lengannya saat mereka berdua berjalan keluar dari sebuah gedung. Hyunbin oppa tersenyum sangat lebar dan sesekali mengelus rambut si gadis dan mereka berbicara cepat dalam bahasa Inggris. Namun ketika mereka melangkah mendekati aku dan Gari, mereka mendadak berhenti. Apakah aku membuat waktu berhenti bergerak? Saat ini di duniaku hanya ada aku, Hyunbin oppa dan gadis itu. Matanya memandang lurus ke sosokku. Aku tidak tau harus memasang ekspresi seperti apa saat ini.

 

In a world that's only words

You're the one and only honest answer to me
Woo yeah

Woo yeah that let me live

In a time, without you

Who used to be like that

I'm parched, like what I used to be before I met you

Baby

Baby forever, I'm still

Stood still

In that twinkling day that is only yours

Like a lost child

Silently, I miss you

Forever in this winter that looks like you
Woo ooh

In my lonely world

You shine on me like a miracle

My dark heart

Of course, it's natural for me to love you

Maybe even in this winter that's coming back

Baby

Baby forever, I'm still

Stood still

In that twinkling day that is only yours

Like a lost child

I miss you endlessly

Forever, in this winter called "you"
Woo ooh

(Yook Sungjae -- From Winter)

 

"Hyunbin, is there any problem?"

"Eunyul..."

Aku bahkan tidak tau kata-kata apa yang harus kupilih saat ini. Aku tidak perlu bertanya. Aku sudah tau hatiku diduakan. Tidak ada pria normal yang berpacaran yang dengan bebasnya memanjakan gadis lain. Akhirnya aku hanya tersenyum.

"Oh oppa. Selamat ya, kau sudah menemukan penggantiku saat aku tak bisa selalu ada di sisimu."

Dan aku memutar badanku lalu berlari menjauh. Aku mendengar Gari meneriaki dan mengejarku. Tapi aku berharap Hyunbin oppa yang mengejarku, tapi dia tak melakukan itu. Yang dilakukannya setelah itu adalah berusaha meneleponku dan mengirim chat untukku. Dia bahkan tidak berusaha menemuiku. Aku tak perlu membaca segalanya karena kutau isinya pastilah hanya berupa permintaan maaf yang tidak akan mengubah kenyataan bahwa dia sudah menduakan aku. Aku juga tau dengan dia tidak ingin menemuiku, sudah jelas dia memilih gadis itu daripada aku. Tidak apa, aku akan baik-baik saja, seiring waktu yang berjalan.

"Oppa ingin kau memaafkan oppa?" tanyaku memecah keheningan.

"Ya, aku sebenarnya... aku benar-benar membuat kesalahan. Aku akui aku bersalah. Tapi kukira seiring waktu yang..."

Aku mendongak dan menatapnya, suaraku bergetar menahan amarah, "seiring waktu maka aku akan melupakan rasa sakit hati itu? Baiklah, aku mungkin bisa memaafkan oppa, tapi aku tidak akan bisa melupakan rasanya dikhianati."

"Aku ingin minta maaf padamu sekali lagi, Eunyul. Aku sungguh menyesal. Aku sudah memilih orang lain dan menyia-nyiakanmu yang begitu baik padaku."

"Sudah kukatakan, aku sudah memaafkanmu, tapi aku tidak bisa melupakan sakit hati itu, oppa."

"Izinkan aku membantumu melupakan rasa sakit itu."

Aku benar-benar tidak percaya aku berada di situasi seperti ini. Jadi itu maksudnya mendekatiku selama ini. Awalnya dia menggunakan pekerjaan sebagai dalihnya, lalu sekarang rencananya yang sesungguhnya terungkap?

"Sudah bukan tanggungjawab oppa lagi untuk hal itu," pungkasku sambil melanjutkan makanku.

Selera makanku agak hilang, tapi aku harus makan, karena aku tau Dongsun akan mengkhawatirkanku kalau aku tidak makan.

"Dia pacarmu kan? Min Dongsun," ucap Hyunbin oppa perlahan, "dia salah satu mahasiswaku juga. Kau memacari lelaki yang begitu muda?"

"Oppa, bukan urusan oppa aku memacari pria yang seperti apa sekarang. Yang pasti Dongsun sangat baik denganku dan kami menikmati saat-saat kami bersama."

"Baik, aku tau itu. Tapi bukan berarti aku akan menyerah begitu saja."

Aku menelan kuah ramyeon dengan agak terburu-buru dan tenggorokanku terasa sakit.

"Dan jangan salah sangka karena aku sudah memanggilmu dengan sebutan oppa lagi, hubungan kita lebih dekat dari rekan kerja."

Aku cepat-cepat menghabiskan makananku dan membereskan apa yang aku bisa sebelum berterimakasih padanya dan kembali bekerja di depan laptopku. Sudah jam 7 lewat saat ini dan kami tidak berbincang tentang apapun setelah itu. Sebenarnya aku tidak suka suasana menjadi canggung saat ini, tapi aku masih merasa sangat panas mengingat segala kenangan dan kata-kata yang diucapkannya tadi. Enak saja dia mau kembali begitu saja ke kehidupanku setelah mencampakkan aku seperti itu? Apalagi aku sekarang punya Dongsun. Gila saja aku mau meninggalkan Dongsun untuk kembali kepadanya yang, entahlah, seperti apa wataknya sekarang. Perutku terasa tidak nyaman lagi. Mungkin tadi aku terlalu lapar dan makan terlambat. Lebih baik aku pulang saja, lagipula aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku. Sebenarnya aku ingin mampir ke tempat Dongsun, tapi dengan keadaanku yang begini... aku harus menundanya sampai besok.

"Oh, Eunyul, kau sudah selesai?" tanya Hyunbin oppa memecah keheningan.

Aku sibuk membereskan mejaku sekarang.

"Ya, jadi aku akan pulang. Sampai ketemu lagi."

"Apa yang kau katakan? Aku akan mengantarmu pulang."

"Aku tidak ingin merepotkanmu, oppa. Aku bisa naik bus dan aku akan sampai ke rumah dengan cepat. Aku tinggal tak jauh dari sini."

"Perutmu sakit?"

Sial, bagaimana dia bisa tau? Padahal aku berusaha tidak memegang perutku. Apakah karena suaraku terdengar lemah? Hyunbin oppa menghampiriku dan memapahku.

"Ayo ke rumah sakit," ajaknya, "kalau kau benar-benar tidak apa-apa setelah itu, kau boleh memilih aku untuk mengantarmu pulang atau tidak."

"Aku tidak sesakit itu untuk ke rumah sakit sekarang, oppa."

Kami keluar dari ruangan dan Hyunbin oppa masih memapahku. Kejadian ini mengingatkanku pada saat malam Natal. Apakah Dongsun akan muncul lagi seperti waktu itu? Haruskah aku menghubunginya? Tapi aku takut aku malah akan membuatnya khawatir dan merusak liburannya. Perutku memang sakit tapi biasanya tidak sesakit ini. Aku bahkan menurut saja ketika Hyunbin oppa memapahku sampai masuk ke mobilnya.

"Apa kau sering sakit perut seperti ini?"

"Ya... tidak terlalu sering. Kurasa mungkin maag-ku bermasalah."

"Aku kan sudah pernah menasehatimu untuk makan tepat waktu."

Aku tak punya energi untuk berdebat dengannya. Aku memang punya kebiasaan buruk untuk lupa makan ketika aku focus mengerjakan sesuatu, dan perutku mulai sakit sejak aku putus dengannya hampir dua belas tahun yang lalu. Tapi sakit ini jadi semakin sering sejak aku sibuk bekerja dan setelah aku melakukan konsultasi dengan dokter, aku memang mengalami sakit maag yang cukup mengganggu. Aku harusnya minum obat, tapi aku meninggalkannya di rumah. Aku sering lupa membawanya. Lagipula kupikir aku tidak butuh obat itu, sudah sebulan belakangan perutku baik-baik saja.

"Apakah kau mau kuantar pulang?" tanya Hyunbin oppa membawa pikiranku kembali ke kenyataan.

Aku saat ini duduk di ranjang rumah sakit setelah proses pemeriksaan yang cukup panjang. Aku termenung memandangi ponselku yang sekarang sudah menunjukkan hampir jam 9 malam. Aku mengirimkan pesan ke Dongsun ketika Hyunbin oppa mengantarku ke rumah sakit, sekadar menanyakan keadaannya, tapi dia tidak membalas. Rasanya aneh sekali Dongsun tidak membalas pesan sampai hampir dua jam, karena bagaimanapun juga aku sudah menyuruhnya untuk menghilangkan kebiasaan buruknya untuk meninggalkan ponselnya begitu saja di suatu tempat dan menghiraukannya. Apa terjadi sesuatu dengannya? Ah, tapi apa yang bisa terjadi dengannya? Tidak mungkin ada sesuatu yang buruk kan? Tapi mengapa perasaan aku sangat tidak enak? Aku minum obat yang diberikan oleh Hyunbin oppa dan merasa sakit di perutku berkurang.

"Kurasa aku mau mampir ke suatu tempat, oppa."

"Tapi ini sudah malam dan kau sedang sakit."

"Tapi aku harus kesana."

"Baiklah, aku akan mengantarmu sampai kesana, kalau begitu. Aku akan meninggalkanmu disana."

Aku malas berdebat lagi dan aku membiarkan Hyunbin oppa mengantarku sampai ke depan apartemen Dongsun. Selama di perjalanan, aku berusaha menelepon Dongsun tapi sudah lima kali aku melakukan panggilan, tak ada satupun yang dijawabnya. Akhirnya aku mengirimkan pesan ke Donghyun.

Donghyun, maaf aku mengganggumu selarut ini

Dongsun ada?

Aku meneleponnya tapi dia tidak menjawabnya

Oh tak apa noona, aku sedang membantu di Million Stars

Benarkah? Tadi aku melihatnya kembali ke rumah waktu aku mau keluar

Sebentar, coba kutelepon juga

Balasan pesan Donghyun muncul kurang dari lima menit kemudian.

Mungkin hyong ketiduran, noona?

Aku juga tak bisa bertanya pada eomma dan appa

Mereka pergi ke luar kota sejak tiga hari yang lalu dan baru akan pulang lusa

Ada kerabat yang menikah di luar kota

Ah baiklah Donghyun

Kurasa aku akan ke apartemen kalian untuk memastikan keadaan

Titipkan salamku pada Choeun

Baiklah, noona

"Terima kasih untuk traktiran dan bantuannya hari ini, oppa," ujarku setelah turun dari mobil Hyunbin oppa.

"Jangan lupa minum obatnya dengan teratur dan jangan membuatku khawatir."

Aku mengabaikan bagian "jangan membuatku khawatir" dan melambai padanya. Untuk apa dia khawatir denganku? Aku bahkan lebih mengkhawatirkan Dongsun sekarang. Aku naik ke apartemennya dan menekan bel di pintu apartemennya, tapi setelah empat kali menekan bel, tak ada tanda-tanda pintu akan dibukakan. Apa benar terjadi sesuatu pada Dongsun? Rasanya dia tidak akan tidur sampai seperti ini kan? Lagipula dia bukan Donghyun yang tidurnya lebih seperti orang mati... atau Chungdae, yang menurut Choeun, hampir tidak mungkin bisa dibangunkan. Akhirnya aku menekan password apartemen itu. Semenjak aku sering mampir ke apartemen mereka, akhirnya Hyereum-ssi memutuskan untuk membagikan password apartemen mereka kepadaku, menurutnya untuk mempermudah kunjunganku kesini. Lampu depan menyala ketika aku masuk ke apartemen mereka, tapi ruang tengah mereka hanya disinari lampu temaram. Aku mengganti sepatuku ke sandal rumah dan melangkah perlahan.

"Dongsun? Dongsun-ah?"

Aku mengetuk pintu kamar Min brothers, namun tak terdengar suara apapun. Akhirnya aku membuka pintunya dan kamar itu gelap gulita. Aku menyalakan lampu ruangan, lalu melihat ponsel Dongsun tergeletak begitu saja di ranjang. Kenapa dia meninggalkan ponselnya? Kemana dia? Untuk memastikan keadaan, aku mengecek kamar tamu, tapi kamar itupun kosong. Rasanya aku tidak perlu mengecek kamar orangtuanya, itu akan tampak tidak sopan, apalagi aku tau orangtuanya tidak ada di rumah. Aku tidak tau bagaimana menghubunginya sekarang, aku hanya bisa menunggunya. Aku memutuskan berbaring di sofa empuk di ruang tamu dan menonton TV. Dongsun... kau ada dimana? Aku mengkhawatirkanmu. Dan perutku mulai terasa tidak nyaman lagi.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun