LAGU YANG TAK SELESAI
Bab 14 Surat dari Cahaya yang Bertahan
Angin malam menyusup pelan di antara sela-sela jendela barak. Dingin yang dulu menggigit kini terasa berbeda. Bukan lagi sebagai musuh, tapi sebagai bisikan yang membawa pesan. Ada sesuatu yang berubah di Camp 6 Ambarawa. Getarnya halus, tapi merambat ke setiap jiwa yang masih bisa berharap.
Pambudi bangun lebih pagi hari itu. Sebuah firasat yang tak bisa ia namai menyeret langkahnya ke sudut dapur yang lama tak disentuh. Di sana, di balik tumpukan karung gandum sisa, ada sebuah kotak kayu kecil, tertutup debu, tapi tak dikunci.
Ia membuka perlahan. Di dalamnya terletak rapi tumpukan kertas, disusun dengan tali kain merah kusam.
Surat-surat.
Catatan-catatan.
Tangan Pambudi gemetar saat menyentuh lembaran pertama. Tulisannya ia kenal. Goresan pena Nora yang miring ke kanan, seperti sedang berlari mengejar waktu. Ia duduk perlahan, seolah takut menjatuhkan dunia yang sedang ia genggam.
Catatan-catatan itu bukan sekadar tulisan. Mereka adalah nafas yang tertinggal. Ada doa-doa yang pernah dibisikkan dalam gelap, ada nama-nama yang ia rawat dengan kasih, bahkan ada sketsa wajah anak-anak yang ia lindungi diam-diam. Di samping masing-masing, tertera satu kalimat harapan.
"Anna ingin belajar membaca."