Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengapa Para Kades Mudah Digiring Politik Tingkat Tinggi?

20 Januari 2023   20:38 Diperbarui: 23 Januari 2023   14:37 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jabatan kades dulu ditolak-tolak orang, sekarang membayarpun akan dilakukan demi jabatan itu, ada apa memangnya?

Hal paling menarik dari kemunculan polemik jabatan Kepala Desa yang akan di tambah menjadi 9 tahun adalah pendapat Presiden Jokowi.

Mengapa?. Seolah tanpa banyak pertimbangan Presiden mengiyakan rencana kenaikan masa kerja Kades tersebut. Tentu saja banyak yang berpraduga dan bertanya-tanya, memangnya apa implikasi seandainya permohonan itu dikabulkan?.

Bukankah tidak sederhana persoalannya, karena itu artinya DPR harus merevisi Pasal 39 ayat (1) UU No 6 Tahun 2014 yang mengatur masa jabatan kepala desa dari semula enam tahun menjadi sembilan tahun. Butuh waktu dan dana besar, dan menjadi pemancing kenaikan masa jabatan untuk pejabat-pejabat lain di atasnya.

Atas dasar ketidaksederhanaan masalah itulah maka di balik semua itu banyak kerumitan lain yang mungkin tidak sepenuhnya bisa kita pahami sebagai awam.

sumber foto-democrazy news
sumber foto-democrazy news

Lahirnya KKN Desa


Saya teringat di tahun 1990-an, bahkan seseorang yang ditunjuk sebagai kepala desa harus "dipaksa" warga. Mengapa?. Bukannya masuk cuan, justru tekor. Sebentar-sebentar kondangan-melayat-rapat harus rela merogoh kantong sendiri lebih dalam. Tapi sekarang, bahkan kantong bisa tak muat di isi dengan cuan dari jabatan kades!.

Jabatan kepala desa diperebutkan dengan kampanye, dengan masa pendukung, dan dana operasional politik kelas desa, yang berasal dari masing-masing calon dan para massa pendukung. 

Persis duplikasi pemilu. Kades sudah menjadi jabatan politik yang cukup strategis, sampai-sampai bisa membantu menambah masa periode jabatan presiden. 

Berdasarkan Pasal 39 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Jika tuntutan dipenuhi dengan tambahan 3 tahun, maka masa jabatan kepala desa akan menjadi 9 tahun lamanya tanpa periodesasi. 

sumber ilustrasi-media mahasiswa indonesia
sumber ilustrasi-media mahasiswa indonesia

Mereka mendorong revisi Pasal 39 ayat (1) UU No 6 Tahun 2014 yang mengatur masa jabatan kepala desa dari semula enam tahun menjadi sembilan tahun.

Lamanya masa jabatan itu dapat mempengaruhi iklim demokrasi yang berbasis kaderisasi untuk menghasilkan regenerasi kepemimpinan yang baru. Sehingga para penolak wacana kades 9 tahun menyatakan masa jabatan Kades cukup dengan aturan yang berlaku sekarang saja, tidak perlu diperpanjang, karena DPR nantinya hanya akan disibukkan dengan perubahan UU. 

Selain itu akan memakan biaya yang besar dalam prosesnya. Namun yang krusial, juga akan berdampak pada perubahan masa jabatan pada level Bupati dan Walikota, Gubernur , Prsesiden dan lembaga.DPR/MPR.

Apakah permohonan yang didorong para kepala desa berkaitan dengan hal tersebut?. Jika benar, ternyata ini menjadi bagian dari skenario politik tingkat tinggi. Apalagi isu yang berhembus kencang berkaitan dengan persoalan pembatasan masa jabatan presiden yang hanya dua periode?. Bisa jadi, karena efek dominonya akan menjadi celah untuk menambah masa jabatan-jabatan publik lainnya.

Padahal kerja-kerja yang harus didorong para kepala desa dalam kondisi kekuatiran presiden terhadap melonjaknya inflasi di daerah adalah, fokus memperkuat ketahanan pangan daerah masing-masing. 

Terutama memaksimalkan potensi yang ada agar desa bisa lebih produktif dalam menambah pendapatan fiskal daerahnya, serta mengurangi tingkat kesenjangan.

Jabatan yang terlalu lama dapat melanggengkan oligarki kekuasaan. Sehingga tuntutan untuk menambah masa jabatan seorang Kepala Desa menjadi hal yang berbahaya, dan bertendesi politis agar dapat mempengaruhi keputusan politik di puncak kakuasaan.

Jabatan kepala desa selama 6 tahun itu sudah strategis, untuk membangun sebuah daerah, dengan segala konsekuensinya. Masa jabatan yang lima tahun saja masih menyisakan residu-residu politik di masyarakat, apalagi risikonya jika sampai ditambah menjadi sembilan tahun. Bukan tidak mungkin nanti justru memicu kelahiran Korupsi-Kolusi dan Nepotisme. Karena makin lama jabatan makin kuat kaki kekuasaannya dan itu sangat berbahaya.

Apa Kata Presiden?

sumber foto-time indonesia
sumber foto-time indonesia

Merujuk pada poin permintaan dari para kades yang dilayangkan kepada DPR meliputi; Pertama, Meminta dikembalikannya kewenangan mengurus Dana Desa dan yang menjadi hak preogratif Kepala Desa. 

Dasarnya, selama ini mereka terkekang dan tidak leluasa menjalankan tugas dan fungsinya karena terganjal dengan aturan-aturan yang dianggap tidak memberikan keleluasaan untuk mengurusi wilayahnya sendiri.

Kedua, para Kepala Desa menginginkan agar masa jabatan saat ini yaitu 6 tahun ditambah 3 tahun menjadi 9 tahun.

sumber fotoliutan6.com
sumber fotoliutan6.com

Sebelumnya, Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR. Aksi tersebut dipicu permintaan mereka untuk memperpanjang masa jabatan untuk kepala desa menjadi 9 tahun.

Undang-Undang Desa membatasi masa kerja 6 tahun, karena itu, massa meminta DPR melakukan revisi terbatas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 39.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mendukung penuh tuntutan para Kepala Desa (Kades) terkait penambahan masa jabatan Kades menjadi 9 tahun. Dasar pertimbangannya periodisasi tersebut bukan menjadi arogansi kepala desa namun menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan ketegangan pasca Pilkades.

sumber foto-pikiran rakyat
sumber foto-pikiran rakyat

Mempertimbangkan kondusifitas hubungan antar warga di desa selama pasca Pilkades hingga menjelang Pilkades berikutnya. Dan dipilihnya angka sembilan tahun merupakan bentuk perjuangan revisi masa jabatan Kades dari 6 tahun dalam satu periode.

Namun yang menarik adalah dalam polemik wacana tersebut, menurut keterangan politikus Budiman Sudjatmiko, presiden memanggilnya untuk dimintai keterangan terkait demonstrasi para kades di DPR. Dan setelah mendengar keterangan darinya, presiden setuju soal perpanjangan masa jabatan kades jadi 9 tahun.

Tentu saja fakta ini semakin membuat peristiwa ini makin menarik. Apalagi alasan perpanjangan tersebut karena pemilihan kades membuat polarisasi-persaingan politik di tingkat desa cukup berkepanjangan sehingga dengan memperpanjang masa jabatan menjadi 9 tahun, maka diharapkan pembangunan desa menjadi lebih maksimal. 

Polarisasi yang dimaksud adalah persaingan politik para pihak yang tadinya bekerja sama dengan kepala desa malah jadi tidak mau bekerja sama ketika sudah mendekati masa pergantian kepala desa.  Nah, apa tidak sebaliknya ketika bertambah masa jabatan, konflik justru tambah kuat. Siapa sih yang rela turun dari kursi panas setelah nyaman selama 9 tahun?.

Benarkah demikian?. Jika itu persoalannya, bukankah perbaikan sistem pemilihan kadesnya saja yang diperbaiki, bukan justru pada perpanjangan masa jabatan. Selain sarat dengan kepentingan terkait dana desa, ini juga bersangkut paut dengan situasi politik saat ini.

Peneliti Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Sunaji Zamroni menyebut bahwa hal itu tidak masuk akal dan hanya kompromi para politikus saja. Artinya banyak muatan politisnya. Apalagi jika alasan perpanjangan untuk meminimalisasi anggaran pemilihan dan meredam isu konflik pasca-pemilu kades, maka waktu enam tahun seharusnya cukup. Namun jika ganjalannya soal anggaran, hal itu sangat teknis dan lebih mudah untuk dicarikan solusinya.

sumber foto-FISIP
sumber foto-FISIP
Dan jika persoalannya terkait tuntutan mengurus kepentingan masyarakat dan menunaikan janji-janji kampanye, waktu enam tahun sudah sangat memadai untuk membangun dan memajukan desa.

Apalagi jika ganjalannya soal jeda waktu agar resolusi kampanye pasca pemilu kades mestinya enam tahun itu juga cukup. 

Jika permohonan tersebut cepat direspon oleh DPR, secepat presiden menyetujui, ditambah lagi ada upaya untuk menunda pelaksanaan pemilu, bukan tidak mungkin konstelasi politik berubah 180 derajat.

Artinya bisa saja, persoalan capres-cawapres yang selama ini menjadi persoalan paling krusial politik Indonesia akan berhadapan dengan situasi tak terduga.

Terutama dengan adanya kemungkinan perpanjangan masa jabatan presiden sebagai efek domino dari kenaikan jabatan para kades.

Meskipun ini baru sebuah wacana dan praduga, namun sangat realistis dapat diimplementasikan. Tentu kita semua dapat menebak kemana arah perubahan politik tersebut terhadap Pilpres 2024.

Alasan Kurang Meyakinkan

sumber foto-kegiatan desa nagrek kendan
sumber foto-kegiatan desa nagrek kendan

Setidaknya terdapat dua alasan mengapa para pendemo berharap pemerintah dan DPR RI mengakomodasi tuntutan para kepala desa ini.

Pertama, enam tahun memang tidak cukup bagi kepala desa membangun daerah masing-masing sebab dua atau tiga tahun pertama masa jabatan biasanya habis untuk konsolidasi. 

Kedua, pasca-pandemi anggaran negara untuk pemilihan kepala desa sebaiknya dihemat untuk pembangunan, daripada  untuk pemilihan kepala desa. 

sumber ilustrasi-alinea.id
sumber ilustrasi-alinea.id

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Dr Johanes Tuba Helan menganggap, butuh alasan kuat terkait usulan penambahan  masa jabatan kepala desa. 

Harus ada kepastian tentang kebenaran informasi bahwa waktu efektif untuk membangun desa hanya dua tahun dalam satu periode jabatan. 

Hal itu tidak sederhana dan membutuhkan kajian mendalam. Sekedar informasi saja, tidak cukup dan sangat lemah dijadikan sebagai alasan dasar untuk merevisi Undang-Undang Desa".

Jika motivasi para kades demi  mengurus kepentingan rakyat, waktu enam tahun memadai untuk membangun desa.

Alasan mengapa jabatan kades tidak boleh terlalu lama, karena berpotensi mendorong munculnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). karena akan menciptakan bangunan oligarki kades yang lebih besar. Dan ini sangat berbahaya.

Justru kaderisasi yang harus didorong sebagai solusi terbaiknya, serta optimalisasi kerja para kades sesuai masa jabatan.

UU Desa sudah cukup mengakomodir semua kebutuhan tersebut, tak perlu lagi tambahan masa kerja. Begitu saja kok repot! 


referensi: 1,2,3,4,5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun