Malam itu, kau berkata, "Makanlah. Ini khusus Ibu masak untukmu."
Aku berjanji akan melahapnya setelah tenang.
Tapi, Bu, maafkan aku—aku tak menyentuhnya sama sekali.
Dunia menghipnotisku dengan lelahnya yang luar biasa,
Aku terbangun keesokan pagi,
Menatap hidangan yang telah basi,
Lalu memaksakan sesendok ke mulutku,
Sebagai hukuman atas diri yang tak tahu menghargaimu.
Dosa kepada Manusia
Dalana WK
Kota Galendo, 16 Februari 2025
Maaf, Teman,
Pernah kujanjikan buah bulat yang masam,
Kataku, besok kubawa lebih banyak, khusus untukmu.
Tapi nyatanya, mereka lebih dulu melahapnya,
Dan kau hanya menelan air liur serta janji yang terlupakan.
Maaf, Adik,
Pernah kujanjikan les, sepatu, baju, dan mainan,
Kataku, nanti kubelikan, nanti kubahagiakan.
Tapi nyatanya, "nanti" berubah jadi bayang-bayang,
Yang kau genggam di malam-malam penuh harapan.
Maaf, Kakak,
Jika pernah menjadi adik yang baik,
Menuruti semua keinginan dan perintahmu.
Tapi nyatanya, kini aku berubah menjadi racun,
Yang tak tahu terima kasih.
Namun, aku tetap mendoakanmu
Di sela tangis malamku.
Maaf, Ayah,
Pernah kubuat kau berharap lebih,
Bahwa aku akan menjadi penulis hebat, anak terbaik, manusia sukses.
Kataku, tunggu hingga aku kaya,
Akan kubayar semua mimpi yang pernah kau semai.
Tapi nyatanya, aku masih bertarung dengan diri sendiri.
Maaf, Ibu,
Jika pernah kujanjikan aku baik-baik saja,
Bahwa aku akan menjaga semua yang kau titipkan,
Bahwa aku akan mengisi hatimu dengan kebahagiaan.
Tapi nyatanya, justru aku yang paling banyak menghancurkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI