Mohon tunggu...
Willy Purna Samadhi
Willy Purna Samadhi Mohon Tunggu... Peneliti -

Sempat bekerja di Litbang HU Republika (1998-2004), ia kemudian menjadi peneliti di Demos, sebuah lembaga kajian demokrasi dan HAM hingga 2009. Setelah lulus S1 dari Jurusan Ilmu Politik FISIP UI, ia memperoleh gelar S2 dari Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Yogyakarta. Saat ini ia terlibat sebagai peneliti pada proyek riset Power, Welfare and Democracy, kerja sama antara UGM (Indonesia) dan Universitas Oslo (Norwegia).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perkembangan HAM di Indonesia Pasca-Ordebaru

1 April 2015   09:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:42 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu dicatat di sini bahwa pada assessment Demos-UiO 2003/2004 dan 2007, penilaian atas institusi HAM disebar melalui penilaian reflektif terhadap empat aspek yang tergolong dalam kualifikasi Hak Sipil dan Politik, serta empat aspek Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Terakhir, ketika assessment dilakukan oleh UGM-UiO pada 2013, penilaiannya dilakukan secara agregatif, yaitu terhadap Prinsip HAM Universal.

Meskipun kerangka kerja yang digunakan tetap sama, masing-masing assessment dilakukan dengan instrumen yang berbeda. Perbedaan itu lebih merupakan sebagian implikasi dari upaya pengembangan instrumen daripada perombakan total. Karena itu, perbedaan-perbedaan instrumentasi tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pemaparan hasil-hasil ketiga assessment yang akan diperbandingkan.

Sekalipun berbeda instrumen, secara kualitatif sesungguhnya tidak ada perbedaan. Para informan yang melakukan assessment pada 2013 tetap diminta melakukan evaluasi dan refleksi menyangkut aspek-aspek HAM sebagaimana ada di dalam instrumen sebelumnya. Dengan mempertimbangkan kecenderungan-kecenderungan akumulatif, hasil-hasil assessment 2003 dan 2007 dapat diletakkan bersisian dengan hasil assessment UGM-UiO 2013.

2. Situasi HAM 1998-2003

Periode ini adalah tahun-tahun pertama reformasi. Gejala-gejala yang tampak di permukaan adalah menonjolnya praktik-praktik dan ekspresi kebebasan di berbagai sektor. Partai politik mendadak berkembang jumlahnya, meningkat sangat drastis jika dibandingkan dengan tiga partai hasil rekayasa fusi partai pada awal 1970-an. Pemilihan umum 1999 diikuti oleh 48 partai politik. Para pekerja bebas mendirikan organisasi dan serikat buruh. Media massa juga tumbuh pesat, dengan corak dan isi yang beragam, mulai dari informasi bernilai berita, gosip, hingga konten menjurus pornografi. Seiring dengan perkembangan teknologi, industri media juga tumbuh tidak lagi hanya dalam bentuk media cetak, TV dan radio, tetapi juga online media yang menghadirkan karakter media interaktif yang tak terbatas. Aksi-aksi demonstrasi, baik yang luas di jalanan maupun yang terbatas, misalnya aksi mogok makan, berlangsung nyaris setiap saat di berbagai tempat. Singkatnya, periode ini sangat ditandai oleh berbagai letupan ekspresi kebebasan yang sangat kontras dibandingkan suasana ketertutupan dan penuh kekangan yang menjadi ciri selama puluhan tahun kekuasaan otoritarian.

Tetapi, dalam konteks demokratisasi, apakah semua gejala kebebasan dan keterbukaan itu sekaligus menjadi indikasi pesatnya capaian kemajuan situasi HAM di Indonesia?

Situasi aktual hak sipil dan politik

Hanya sekitar 60 persen informan yang meyakini aturan-aturan dan regulasi formal yang berlaku saat itu menjamin penegakan dan penghormatan atas hak-hak sipil dan politik. Di bidang hak ekonomi, sosial dan budaya, situasinya lebih buruk. Secara rata-rata, hanya 33 persen informan yang menilai institusi demokrasi yang ada pada saat itu menjamin hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Jika dibuat rata-rata, situasi HAM saat itu cenderung dianggap baik oleh hanya 45 persen informan.

Benar bahwa institusi formal demokrasi cenderung menjamin “kebebasan berbicara, berkumpul dan berorganisasi”, dan “kebebasan beragama dan berkeyakinan serta kebebasan menggunakan bahasa dan melestarikan kebudayaan”, akan tetapi hasil penilaian reflektif para informan menyimpulkan jaminan atas kebebasan-kebebasan itu tidak cukup terdistribusi secara merata di berbagai tempat dan belum mencakup semua prinsip-prinsip yang seharusnya ada. Kebebasan untuk “mendirikan dan menjalankan kegiatan-kegiatan serikat pekerja” juga kelihatannya baru sebatas ekspresi spontan, belum secara formal memperoleh jaminan sebagai bagian institusi demokrasi yang integral. Yang paling mengejutkan, hanya sebagian kecil informan (26 persen) yang menyatakan bahwa perangkat-perangkat aturan dan regulasi demokrasi yang ada telah menjamin “kebebasan dari kekerasan fisik dan rasa takut”, itu pun dengan cakupan yang terbatas. Alhasil, aspek kebebasan yang disebutkan terakhir itu memperlihatkan situasi yang lebih buruk dibandingkan situasi rata-rata hak sipil dan politik. Lihat Tabel 1.

Tabel 1. Penilaian terhadap situasi hak sipil dan politik (2003/2004)

NO

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun