Murka Rakyat yang Tercatat dalam Sejarah
Tragedi Affan adalah cambuk sejarah. Umar yang tergeletak kritis adalah saksi hidup betapa murahnya nyawa rakyat di mata kekuasaan. Barisan ojol yang menggeruduk markas Brimob adalah penanda bahwa kesabaran rakyat sudah tamat.
Mereka datang bukan untuk mengemis belas kasihan, melainkan untuk menuntut satu hal: jangan pernah ada lagi roda baja yang menggilas rakyat kecil.
Karena sekali rakyat murka, dunia akan mengutuk, sejarah akan mencatat, dan pagar besi Brimob tak lagi tampak perkasa. Ia hanya akan dikenang sebagai reruntuhan moral yang patah.
Malam itu, suara klakson dan teriakan abang ojol menyatu dalam satu irama: irama keadilan yang selama ini dirampas. Sejarah sedang ditulis dengan tinta darah Affan dan air mata keluarga Umar.Â
Dan kita semua menjadi saksi, apakah negara akan memilih berpihak pada rakyat, atau kembali bersembunyi di balik tembok besi dan kata-kata maaf yang hambar.
Penutup dan Kesimpulan
Affan Kurniawan kini telah tiada, tapi namanya hidup di dada ribuan ojol yang menuntut keadilan. Moh. Umar Amirudin masih berjuang, dan setiap napasnya adalah doa agar keadilan benar-benar hadir.
Tragedi ini seharusnya menjadi titik balik. Negara tidak boleh lagi menutup mata. Karena bila suara rakyat terus diabaikan, maka jangan salahkan bila pagar besi runtuh oleh gelombang murka.