Di hadapan kenyataan yang seburuk ini, wajar bila ribuan ojol marah. Mereka bukan sekadar pekerja lepas yang hidupnya diatur oleh algoritma aplikasi. Mereka manusia yang punya harga diri, dan malam itu harga diri itulah yang mereka pertaruhkan.
Mereka meneriakkan nama Affan bersama-sama, seolah ingin membangunkan arwahnya dari liang kubur agar melihat bahwa ia tidak sendirian. Umar, yang kini terbaring dengan selang infus, menjadi simbol perlawanan terakhir.Â
Setiap denyut nadinya adalah teriakan sunyi melawan ketidakadilan. Keluarganya masih menunggu di rumah sakit dengan harap-harap cemas. Kesedihan menghinggapi keluarga mereka.
Markas Brimob, yang selama ini berdiri gagah dengan pagar besi dan aura menakutkan, mendadak tampak kerdil. Dikepung suara rakyat kecil yang sehari-hari hanya dihargai lima ribu rupiah per kilometer, tapi malam itu mereka menunjukkan harga diri yang tak bisa diukur dengan uang.
Negara boleh punya rantis, gas air mata, dan peluru karet. Tapi rakyat punya sesuatu yang lebih berbahaya: murka. Dan murka rakyat, bila menyatu, bisa mengguncang tembok setebal apapun.
Komentar Omjay: Luka Rakyat adalah Luka Bangsa
Dalam situasi yang mencekam ini, Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd yang akrab disapa Omjay, Guru Blogger Indonesia sekaligus Sekjen Ikatan Guru Informatika PGRI turut memberikan komentar yang menohok nurani bangsa.
Omjay menulis dalam refleksinya:
"Kita sering lupa, bahwa rakyat kecil adalah penopang bangsa. Abang ojol itu bukan hanya pengantar makanan, mereka pengantar doa-doa keluarga di rumah. Ketika seorang Affan meregang nyawa karena roda baja negara, maka itu bukan sekadar kecelakaan. Itu luka bangsa. Dan luka bangsa tidak bisa diobati dengan kata 'maaf'. Luka itu hanya bisa sembuh jika ada keadilan."
Kata-kata Omjay ini bagai cermin bagi kita semua. Ia mengingatkan bahwa tragedi ini tidak boleh hanya berhenti di headline berita, lalu hilang ditelan waktu. Affan bukan sekadar nama, Umar bukan sekadar pasien di rumah sakit. Mereka adalah simbol betapa rapuhnya posisi rakyat kecil di hadapan negara yang mestinya menjadi pelindung.