"Kuperhatikan, kamu kok tidak pernah menghisap rokokmu, sih?" Pertanyaan Ian yang tiba-tiba begitu mengagetkanku.
"Oh, eh.. aku sedang berusaha berhenti merokok. Ini caraku untuk menghalau keinginan merokok!" Tanggapku sekenanya.
Lega rasanya mengatakan itu. Karena setelahnya aku menjadi diriku sendiri. Berhenti berpura-pura.
Dua minggu setelah rutinitas di balkon, tiba-tiba ajakan meluncur dari mulutku. Entah dari mana keberanian itu muncul.
"Kapan nih kita makan bareng di luar?"
"Terserah, kapan saja kamu mau" Jawabnya singkat sambil melangkah masuk ke dalam apartemennya.
Dua hari setelah itu, aku mengajaknya lagi. Kali ini kutentukan kapan waktunya. Di luar dugaan ia mengatakan kalau ia tidak siap untuk itu, karena ia baru saja bertunangan. Orang tuanya telah menjodohkannya dengan gadis pilihan mereka.
"Hari gini? Masih ada aja perjodohan? Zaman Siti Nurbaya itu sudah basi banget!"
" Ah, kamu gak bakal ngerti, deh!"
"Hah? Apanya yang harus dimengerti, Ian? Kamu cinta dengan cewek itu?"
" Urusan cinta itu ada di nomer terakhir! Ah, sudahlah! It's complicated!"