"Cinta sebagai kekuatan, pengabdian sebagai jalan, iman sebagai pegangan, ikhlas sebagai penuntun". (Inggit Garnasih).
Inggit Garnasih, dua kata yang bersumber dari kata Sarimggit, Hegar dan Asih (Swara), kata yang memaknai kecantikan, pengabdian, dan kasih sayang sebagai kekuatan pada kehidupan.
Sejarah kemerdekaan kita memang kaya akan berbagai kisah heroik. Banyak cerita yang seringkali kita terlupakan, seperti kisah seorang Ibu Inggit Garnasih, salah satu pilar utama Sukarno menuju kemerdekaan.
Meskipun namanya tidak sepopuler wanita lain yang pernah mendampingi Sukarno seperti Ibu Fatmawati atau Ibu Ratna Sari Dewi, sosok Inggit Garnasih menyimpan cerita yang mendalam. Bukan sekadar istri Sang Proklamator, Ibu Inggit menjadi salah satu pilar penting yang menopang perjuangan Sukarno di masa-masa sulit sebelum proklamasi.
Seperti diungkapkan oleh Siti Danilah, Inggit adalah seorang wanita yang lembut, namun memiliki kemampuan luar biasa untuk membangkitkan sosok lelaki sejati dalam diri proklamator kita. Jasa-jasa besar Inggit tidak hanya pada pengorbanan materil, melainkan juga pada pembentukan karakter Sukarno di masa-masa paling genting.
Inggit Garnasih: Sarimggit, Hegar dan Asih
Inggit Garnasih lahir di Bandung, tepatnya di Desa Kamasan, Banjaran, pada 17 Februari 1888. Ibunya bernama Amsi, istri dari Ardjipan. Inggit Garnasih lahir dengan nama Garnasih saja.
Kata Inggit disematkan karena kecantikan dan kemolekan Garnasih, para pemuda sering mengatakan dapat senyuman dari Garnasih, yang dianggapnya sama dengan mendapat uang saringgit, nilai yang cukup besar pada masa itu.
Kata saringgit inilah yang kemudian menjadi Inggit, sebagai julukan untuk Garnasih yang akhirnya melekat pada Garnasih dan jadilah Inggit Garnasih. Garnasih sendiri sebenarnya adalah penyatuan dari dua kata, yakni Hegar dan Asih yang bermakna menyenangkan dan penuh kasih sayang.
Pemberian nama ini sebagai bentuk doa harapan orang tua Inggit agar kelak ia menjadi seseorang yang tegar, segar, menghidupkan, penuh kasih sayang.
Sebelum Berjumpa Sukarno