Akhirnya Sukarno dan Oetari resmi bercerai. Sementara Inggit dan H. Sanusi pun demikian, mereka resmi bercerai dengan melakukan musyawarah sebelumnya. H. Sanusi telah mengikhlaskan Inggit untuk pergi. Kedua rumah tangga ini tidak dikarumiai anak.
Bersama Sukarno
Sukarno dan Inggit akhirnya resmi menikah pada 24 Maret 1923. Saat itu usia Sukarno 22 tahun, dan Inggit 35 tahun. Kehidupan baru ini telah dimulai, mereka bahagia.
Indonesia saat itu berada di masa pergerakan, Sukarno telah mulai berkecimpung di dunia politik. Sunkarno disukai banyak tokoh, karena cerdas visioner yang diprediksi akn menjadi pemimpin besar.
Sebagai seorang wanita dan istri seorang Sukarno muda yang prospektif, Inggit mampu menempatkan dirinya, meskipun usia jauh lebih dewasa. Inggit telah memberikan segala sesuatunya kepada Sukarno dan perjuangannya.
Dengan usaha kecil-kecilan, Inggit menghidupi Soekarno. Ia menjadi ibu yang mengayomi sekaligus teman yang setia menemani di setiap suka dan duka perjuangan pergerakan
Perjuangan Inggit Bersama Sukarno
Inggit yang sudah lebih matang dan pengalaman, bisa menjadi pembuka jalannya dengan segala kepekaan perasaan dan perhitungan yang dimiliki seorang wanita. Inggit adalah sumber dorongan terbesar bagi Soekarno, bukan penghambatnya.
Ia tahu betul perjuangan suaminya itu benar dan bermanfaat, maka ia pun siap menanggung segala risikonya. Bahkan ketika Soekarno harus mendekam di penjara, Inggit tidak pernah meratap, karena ia sadar itu adalah wujud dari sebuah pengabdian. Inggit selalu sabar, dan setia untuk selalu membantu Sukarno melewati masa-masa sulit itu.
Ada yang menarik sekaligus mengharukan dari apa yang dilakukan Inggit untuk Sukarno, yakni ketika Sukarno sedang dibui di Penjara Banceuy. Saat di dalam penjara, tahanan tidak diperkenankan membaca buku, surat kabar, dan menulis. Mereka benar-benar diisolasi dari dunia luar penjara.
Namun, Sukarno, berkat kecerdikan Inggit masih bisa membaca buku, surat kabar, bahkan menulis naskah pledoinya yang terkenal dengan Indonesia Menggugat.