Setelah mendapat penolakan yang kuat dari masyarakat, DPR akhirnya mengurungkan pembahasan lanjutan RUU KPK. Namun, bola panas itu ternyata belum padam.Â
Tiba-tiba DPR menggulirkan lagi inisiatif revisi UU KPK pada 2019. Isinya tak jauh berbeda dengan rancangan versi 2016. Bahkan, kali ini upaya membunuh KPK semakin mengkhawatirkan dengan munculnya aturan-aturan aneh.Â
Di antaranya keharusan KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan dan keharusan penyelidik KPK berasal dari Polri. DPR berdalih bahwa hal itu bisa memperkuat KPK.Â
Namun, siapapun tahu bahwa aturan-aturan tersebut akan menjadikan KPK sebagai macan ompong yang tergantung sepenuhnya kepada lembaga lain seperti Polri dan Kejaksaan Agung yang selama ini justru belum optimal memberantas korupsi.
Ditambah lagi penghapusan kewenangan KPK saat penuntutan seperti menghentikan transaksi keuangan dan mencegah ke luar negeri. Secara terang ini merupakan pelemagan terhadap KPK sekaligus dukungan kepada koruptor.
Bergulirnya inisiatif revisi UU KPK yang disepakati oleh seluruh fraksi DPR pada 2019 yang hampir bersamaan dengan proses politik pemilihan komisioner KPK oleh DPR juga menimbulkan kesan adanya persekongkolan untuk menggempur KPK dari banyak sisi dengan berbagai cara.Â
Apalagi, DPR secara luar biasa ingin menuntaskan revisi UU KPK secara ekspres hanya dalam waktu 3 minggu.
Mencermati upaya pelemahan KPK yang terus bergulir dari waktu ke waktu, menunjukkan bahwa banyak sekali pihak yang terusik kenyamanannya oleh KPK.Â
Banyak yang ingin terus merampok sebanyak-banyaknya uang rakyat sampai negara dan rakyat tak berdaya lagi. Maka dari itu tidak ada cara selain KPK harus mati.
Dukungan Rakyat
Suka tidak suka harus diakui bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan misi yang sangat tidak mudah karena di negeri ini korupsi bukan lagi fenomena personal, melainkan telah menjadi masalah struktural dan kultural.Â