Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Mengajari Anak Sopan Santun Sejak Dini

2 November 2023   09:53 Diperbarui: 2 November 2023   17:18 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengajari anak sopan santun | foto: theasianparent.com

"Mr bukain," tutur seorang anak sambil menyodorkan botol minum atau snack.

"Mr toilet ya." Apahhh.... Misternya toilet...?

Lebih parah, anak masuk atau meninggalkan ruangan tanpa permisi. 

***

Ada yang salah dengan anak zaman sekarang. Mereka pintar, menguasai banyak skill dan mahir memakai bermacam produk teknologi. Tapi sopan santunnya hilang.

Hanya pintar tanpa sopan santun, apa gunanya? AI pun pintar. Dan kita tidak ingin anak kita sepintar AI, tapi tak punya nilai kesopanan. Jika demikian, ia akan sulit diterima di masyarakat.


Negara-negara barat mengajarkan, kompetisi nomor satu. Negara Jepang mengajarkan, disiplin nomor satu. Negara Indonesia-- yang dikenal santun dan berbudaya--harusnya sopan santun nomor satu.

Hari-hari ini, globalisasi dan media sosial telah banyak menggerus sopan santun di generasi muda kita, bahkan sejak anak-anak.

Itulah sebabnya, penting mengajarkan sopan santun sejak dini.

Aku teringat salah satu bab yang aku dan istri pelajari dalam kelas parenting yang kami ikuti secara daring, yakni "Menghormati Orang yang Lebih Tua". Hal ini tentu saja berlaku bagi sesama secara umum.

Kami sebagai orang tua diingatkan, supaya mengajarkan sopan santun kepada anak sejak dari dalam rumah.

Guru di sekolah, atau di Sekolah Minggu punya tanggung jawab mendidik anak, betul. Tapi, orang tua adalah orang yang pertama-tama Tuhan percayakan untuk mendidik anak. Ada porsi orang tua di rumah, ada porsi guru di sekolah.

Di artikel sebelumnya, aku mengulas tentang "Menghormati Otoritas Orang Tua". Kali ini aku akan membagikan pengalaman mengajarkan sopan santu pada orang tua.

Sebagaimana hukum universal tentang sopan santun yang paling mudah dipahami semua manusia, kami mengajarkan kata-kata ajaib "Terima kasih", "Tolong", dan "Maaf".

Mengajarkan kata "Terima kasih"

Anak kami (2 tahun) sering mendapat pemberian dari orang lain berupa uang, makanan, atau benda lain. Biasanya Mbah, tetangga, adik-adik, teman, bahkan anak sepantaran anak kami.

Respons anak kami bagus. Ia langsung menerima barang tersebut. "Bilang apa? Terima ka..." kami memberi stimulus. 

"...sih" balas bayi kami. Kelak, ia bahkan bisa melafalkan kalimat yang lebih lengkap tanpa bantuan kami. "Terima asihh, ama-ama..." (Terima kasih, sama-sama) 

Kalau Anda jadi orang tuanya, bangga ndak? Masa endak...?

Mengajarkan kata "Tolong"

Saat di rumah, biasanya anak kami mau mengambil benda di tempat yang jauh dari jangkauannya, misal di atas rak atau almari.

Anak kami langsung menarik tangan kami, padahal kami sedang mengerjakan sesuatu. Kami tidak tahu apa yang dia inginkan, sampai kami menggendongnya dan ia menunjuk atau bisa memegang benda dimaksud.

Kami pun mengajarinya, "Nak, kalau mau minta diambilkan sesuatu, harus bilang dulu ya pada papa mama. Kan papa mama sedang ada pekerjaan." Kami bicara seperti kepada anak SD.

Hari lain, "Papah (atau mamah), oyoong!" Wow! Anak dua tahun sudah mengerti apa yang diajarkan. Jangan keliru ya, ayah-bunda.

Seiring bertambah usianya, anak kami suka minta yang aneh-aneh. Asal tidak mengarah pada gadget, kami akomodir. Sering dimintanya spidol berwarna yang kami taruh di rak paling tinggi 

Namanya anak pintar, tahu saja ada benda berwarna. Kami sudah fasilitasi dengan kertas HVS dan clip board. Lha dalah, tembok rumah yang sudah kami jaga sedemikian rupa, jadi media lukis juga. Bahkan kursi, meja, kursi bayi, kulkas dan perkakas lain. 

Syabar... Asalkan anak kami mau belajar bilang "Tolong", kami terus arahkan dan ajarkan pada hal yang tepat.

Mengajarkan kata "Maaf"

Namanya juga manusia, wajar kalau berbuat salah. Apalagi masih berumur dua tahun.

Tapi, yang namanya mendidik tetap harus dilakukan, berapa pun usianya. Seberapa pun anak bisa menangkap maksudnya. Bahkan, sesibuk atau setidaktahu apa pun orang tua.

Kalau keinginan anak kami tidak dipenuhi, jika waktunya tidur tapi tetap ingin bermain, kalau anak kami memakai barang dengan tidak bertanggung jawab lalu kami tegur; biasanya ia akan marah. (Belajar marah dari siapa ya?)

Dalam marahnya, ia bisa saja menendang, atau memukul dan kena wajah kami.

Kami ajarkan padanya, tangan dan kaki Tuhan ciptakan untuk bekerja dan berjalan, bukan memukul. "Maaf mama (papa)," kami mengajar.

Mulanya disambut dengan wajah bermulut bebek. Lama-kelamaan, ia bisa mengikuti meski masih sulit.

***

Lebih baik susah dan capek mengajarkan sopan santun sejak sekarang, daripada sangat susah mengajar mereka ketika sudah remaja/ dewasa.

Ingat, anak sekarang seperti AI canggihnya. Cukup sekali lihat atau dengar sesuatu, bisa diucapkan bahkan dilakukan. Jika kita tidak mengajari, mereka tetap akan belajar dari media sosial dan lingkungan serta dari dunia. --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun