Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Camping, Mengajari Anak Bertahan Hidup

26 Mei 2024   17:37 Diperbarui: 27 Mei 2024   13:17 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melatih anak bertahan hidup melalui kegiatan berkemah | (Dokumentasi Pribadi)

Jika suatu hari ekskur Pramuka ditiadakan, anak-anak akan kehilangan satu keterampilan hidup, yakni berkemah (camping). Namun aku tak khawatir, aku akan mengajari anakku.

Pertama kali aku berkemah adalah saat kelas 5 SD. Itu pun cuma di SD desa tetangga. Yang paling berkesan waktu itu, harus tidur di tenda, permukaan tanahnya keras, tanpa bantal, dan udaranya dingin. Harus bangun jam 4 pagi untuk uji nyali. Berbaris dalam kelompok, tidak boleh menengok kiri-kanan, agar tidak melihat penampakan. Meski makin takut, dengan polos kami menurut juga.

Pengalaman camping lainnya saat SMP hingga kuliah. Waktu itu tendanya tanpa alas, tidak seperti tenda modern sekarang. Selain berdebu, dingin minta ampun. Kalau hujan, ngalamat...

Meski terpaksa karena wajib di sekolah negeri, kegiatan Pramuka dan camping membentuk kami untuk mandiri. Harus bisa tali-menali, mendirikan tenda, membuat tandu darurat, membaca sandi, dan tentu saja bertahan hidup, jauh dari orang tua.

Saat camping SMP, beberapa temanku dijenguk orangtuanya. Ditanyakan kabar dan dibawakan bekal. Baru camping luar kecamatan saja sudah ditengokin. Kapan mandirinya?


Aku, meski tak ditengok orangtua bisa tetap bertahan. Faktanya, karena alasan perekonomian, orangtuaku bahkan tak bisa memberikan uang saku. Saat teman-temanku bisa jajan, aku cukup memandang. Hanya makan dari jatah yang diberikan sekolah.

Meski begitu, aku dipaksa mengalahkan semua rintangan saat berkemah. Bisa tidur meski jauh dari orangtua dan tanpa kasur, tetap sehat meski udara dingin, dan menguasai keterampilan dasar seperti mendirikan tenda. Termasuk mengatasi ketakutan, toilet jauh dari tenda, gelap, dan melawan mitos adanya hantu.

Kemampuanku dinaikkan saat dua kali mendaki dan berkemah di puncak Gunung Merbabu di masa kuliah. Gunung setinggi 3.145 mdpl ini memberi tantangan berupa medan yang sulit, tekanan udara tinggi serta suhu yang dingin. Syukurnya, aku dan rombonganku sehat semua. Tidak ada kecelakaan seperti berita di medsos hari-hari ini.

Menyadari pentingnya skill dari camping, kami melatih anak kami sejak dini. Bulan lalu, aku dan istri sudah survei ke resto kopi yang menyajikan pemandangan menawan Gunung Merapi. Bulan ini kesampaian mengajak anak berkemah.

Pilih lokasi yang medannya mudah

Bagi pecinta alam, yang diburu saat berkemah adalah sunrise di puncak gunung. Di daerah kami, Gunung Andong bisa ditempuh satu jam sampai puncak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun