Mohon tunggu...
Dominikus Waruwu
Dominikus Waruwu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya suka menghabiskan waktu luang dengan membaca buku, menonton film, berolahraga, menulis dan belajar musik. Saya ingin membuat hari-hari saya terisi dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat dan menyenangkan supaya hidup menjadi maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keengganan Berkedok Sopan Santun

13 Mei 2024   21:22 Diperbarui: 13 Mei 2024   21:25 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Budaya sopan santun masih cukup kentara di berbagai pelosok Nusantara. Kita dididik untuk menghargai orang lain yang lebih tua atau memiliki posisi lebih tinggi dari kita. Kesopanan itu terungkap pada bahasa tubuh, tutur kata dan (mungkin) pakaian yang kita kenakan. Kita menampilkan diri secara pantas, seakan hal tersebut telah menjadi kewajiban kita. Padahal itu terbentuk dari sistem sosial yang pada umumnya hanya disampaikan secara lisan melalui nasehat-nasehat.

Budaya sopan santun ini terlihat baik untuk diteruskan. Dengan cara ini, setiap orang berusaha menempatkan diri sebagaimana mestinya dan dibiasakan memperlakukan pribadi orang lain secara manusiawi - setidaknya menurut ukuran kelompok masyarakat tertentu. Akan tetapi perlu diketahui bahwa sering terjadi kekaburan antara kesopanan dengan keengganan mengungkapkan sesuatu. Demi menjaga perasaan orang yang lebih tua atau mereka yang dianggap perlu dihargai, sebagian orang tidak berani mengungkapkan unek-uneknya terkait kejanggalan yang dia lihat. 

Sifat enggan orang yang "bersikap sopan" dimanfaatkan para penguasa atau orangtua sebagai kesempatan bertindak sewenang-wenang. Sekalipun jelas bersalah dan menyadari kesalahan tersebut, mereka tetap berani melakukan perbuatan yang salah tersebut karena merasa berkuasa, lebih dewasa dan berpengalaman. Situasi seperti ini menyusahkan orang muda atau yang tidak punya power menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap situasi sosial yang sedang berlangsung.

Kalau seseorang lebih berpengalaman pada suatu bidang pekerjaan, sangat terbuka kemungkinan dia melakukan kesalahan. Seorang dosen yang telah mengajar selama berpuluhan tahun boleh bangga atas pengabdiannya. Tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa materi kuliah yang beliau ajarkan tersebut salah. Data berdasarkan penelitian terbaru bisa membuktikan kekurangan teori-teori para dosen. Oleh sebab itu, perasaan benar tidak dapat ditolerir begitu saja.

Pada zaman sekarang, setiap orang memiliki kebebasan untuk menyampaikan gagasan, kritik, saran tanpa ada tekanan dari pihak luar. Ingat bahwa atasan atau mereka yang lebih berpengalaman belum tentu benar. Tidak tertutup kemungkinan pada rentang waktu yang begitu lama tersebut, mereka hanya membuang-buang waktu saja. Belum tentu ada keseriusan yang membuat mereka menemukan kebenaran-kebenaran yang lebih dapat diterima dari yang terdahulu.

Lawanlah kekuasaan apabila tidak sesuai pada jalurnya. Suarakan kebenaran, kesampingkan keengganan yang berkedok "budaya sopan santun". Ingat bahwa orang berilmu belum tentu memiliki integritas. Mungkin dia orang pintar, tetapi tidak bertindak sesuai apa yang dianggapnya benar.

Selamat menyuarakan kebenaran...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun