"Mahasiswa, Sang Dewa Penentu Nasib Akademik Dosen"
Di lingkungan akademik, kita kerap memahami bahwa dosen memiliki peran sentral sebagai pengajar, pembimbing, dan evaluator, sedangkan mahasiswa diposisikan sebagai individu yang aktif dalam mencari ilmu dan arahan. Akan tetapi, akhir-akhir ini muncul fenomena menarik di sejumlah perguruan tinggi, yaitu adanya kecenderungan sebagian mahasiswa bersikap seolah-olah dosenlah yang memerlukan mereka, bukan sebaliknya.
Mahasiswa sering kali merasa bahwa dosen "perlu" mereka untuk dapat menjalankan tugas pengajarannya. Seolah-olah, tanpa kehadiran mereka, dosen tidak akan dapat melaksanakan kuliah dengan baik. Hal ini mungkin terdengar lucu, namun kenyataannya kadang mahasiswa merasa bahwa mereka adalah elemen yang tak tergantikan dalam proses belajar mengajar. Sikap ini memang terdengar ironis, mengingat kenyataannya, justru ketidakhadiran mahasiswa dalam sebagian besar pertemuan kuliah dapat membuat mereka terancam dalam penilaian atau bahkan kehilangan status aktif sebagai mahasiswa.
Ketika dosen memberikan tugas, alih-alih menunjukkan antusiasme untuk belajar, yang muncul justru rasa keberatan dan sikap menolak. Tugas yang seharusnya menjadi sarana pengembangan kemampuan berpikir malah dianggap sebagai beban yang harus segera disingkirkan. Padahal, dosen bukanlah sosok yang menjatuhkan hukuman, melainkan fasilitator yang bertujuan memacu mahasiswa untuk berpikir kritis dan berkembang secara akademik.
Yang tak kalah menarik adalah sikap mahasiswa ketika menghubungi dosen. Terkadang, pesan yang dikirimkan tidak disertai dengan salam atau penjelasan yang jelas, namun lebih menuntut perhatian secara instan. Misalnya, "Bapak/Ibu, mohon segera dibalas ya. Ini urgent" Misalnya!. di saat banyak dosen tengah beristirahat atau sedang menyelesaikan pekerjaan lain. Bila pesan tidak dibalas secepatnya, mahasiswa sering menganggap dosen lambat merespons, meskipun kenyataannya mungkin dosen baru menyelesaikan aktivitas pribadi mereka.
Tentunya, tidak semua mahasiswa menunjukkan perilaku seperti ini. Namun, fenomena ini cukup mencolok dan pantas menjadi bahan renungan bersama. Dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang kolaboratif, di mana dosen dan mahasiswa saling membutuhkan dan bekerja sama untuk menciptakan proses belajar mengajar yang produktif dan bermakna. Sayangnya, dalam beberapa kasus, dinamika ini justru berbalik, dan mahasiswa merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari dosen.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI