Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 71. Kekacauan Di Kotapraja Louram

1 Juli 2025   13:17 Diperbarui: 1 Juli 2025   13:17 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KEKACAUAN DI KOTAPRAJA LOURAM

Oleh : Wahyudi Nugroho

Upaya prajurit Louram menangkap buron masih terus berlanjut.  Namun hingga waktu telah lewat sepekan belum juga ada hasilnya. Seperti jarum yang jatuh ditumpukan jerami, buron itu seperti lenyap ditelan kegelapan.  Senopati Mahesa Dungkul kehilangan kesabaran menunggu hasil kerja bawahannya.  Saban malam ia sendiri turun tangan berkeliling negeri.  Dikawal lima gadis cantik yang menjadi andalannya.

Namun usahanyapun nihil tak membawa hasil.  Karena geram bawahannya sering menjadi sasaran amarahnya.  Kesalahan sedikit saja yang dilakukan bawahannya, senopati Mahesa Dungkul tak segan membentak-bentak, bahkan sering juga memaki-maki dengan kata-kata kasar yang memanaskan telinga.  Tak ada yang berani memandang muka sang senopati saat ia tengah dicengkeram suasana hati semacam itu, semua diam dan menunduk.  Para bawahan sudah tahu watak senopatinya. Membalas ucapannya sekedar untuk membela diri hanya akan mengobarkan amarahnya saja.  Seperti menyiram bara dengan minyak.  Mereka tak ingin tangan perkasa itu menampar muka mereka.

Suatu malam ketika Naga Wulung dan Sekar Arum melihat-lihat suasana Kotapraja,  secara kebetulan mereka melihat sang senopati keluar dari pintu regol halaman rumahnya.  Enam ekor kuda  berderap dengan cepatnya menuju ke arah utara.  Tentu ia melanjutkan usahanya untuk segera bisa menangkap Naga Wulung dan Sekar Arum.  Dua pendekar itu bergegas menyelinap dibalik sebuah pohon untuk menyembunyikan diri.

"Belum juga ia bosan untuk terus memburu kita.  Sungguh ia senopati yang memiliki keuletan tinggi.  Tak akan berhenti sebelum tujuannya tercapai. "  Bisik Naga Wulung.  "Kakang telah mengusik keamanan negeri yang menjadi tanggung jawabnya.   Tentu ia marah sekali."  Jawab Sekar Arum.

"Kemarahan itulah yang harus tetap kita pelihara.  Jika perlu kita ungkit terus sampai ke puncak.  Baru kita pancing untuk memburu Demalung di hutan Bonggan saat purnama naik, agar pertemuan para resi yang digagas Maharesi Govinda tidak terganggu oleh para prajurit."  Kata Naga Wulung.

"Sekarang apa yang mesti kita lakukan ?"  Tanya Sekar Arum.  "Kita bergerak ke selatan.  Bikin perapian di halaman barak prajurit di sisi selatan sana."  Jawab Naga Wulung.  "Malam yang dingin tentu mengasikkan jika kita menghangatkan diri didekat perapian yang besar." Lanjutnya sambil tersenyum.  Sekar Arum mengangguk-anggukkan kepala, seolah telah paham akan maksud Naga Wulung.

Saat senopati Mahesa Dungkul bersama rombongan berkudanya terus bergerak ke utara, dua pendekar itu bergegas melangkahkan kaki mereka menuju wilayah selatan negeri Louram.  Dengan ilmu peringan tubuh yang telah sempurna keduanya berlari seperti sepasang kijang.  Dengan ringannya mereka melenting tinggi melompati rerungkutan perdu yang melintang di depan mereka, kadang pula membungkukkan badan menyusup dibawah cabang-cabang pohon yang berjajar rapat di tengah hutan lindung yang sengaja di pelihara di tengah wilayah kotapraja.  Tak lebih sepenginang lamanya mereka sampai dikomplek bangunan barak prajurit di sisi selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun